KONTAN.CO.ID - Apa warna biji kopi? Jika menjawab kelir cokelat atau hitam, maka Anda baru saja melewatkan salah satu episode penting dalam proses pembuatan minuman kopi. Anda yang menjawab putih kehijauan sebagai warna asli biji kopi tentu paham, biji kopi mentah alias
green bean berubah warna menjadi cokelat kehitaman lantaran telah melewati proses sangrai alias
roasting. Dulu, Anda mungkin masih sering melihat seseorang tengah menggongseng kopi di atas wajan yang terbuat dari gerabah maupun besi. Kini, proses menyangrai kopi menggunakan cara tradisional makin jarang kita temui.
Kebanyakan proses sangrai kopi saat ini mengandalkan mesin sangrai kopi alias
coffee roasting machine. Dibanding menggunakan mesin, Evani Jesslyn, mengatakan, proses menyangrai biji kopi memakai wajan lebih lama dan hasilnya tidak cukup konsisten. "Namun, yang lebih penting adalah orangnya, bukan mesin," ujar
roaster,
cupper,
brewer, dan juga pemilik Strada Coffee di Semarang ini. Ya, proses menyangrai kopi memang tidak melulu bergantung pada mesin. Sebaliknya, orang yang menyangrai alias
roaster atawa
roastmaster justru lebih penting. Percuma punya mesin bagus, tetapi
roaster tidak memiliki kemampuan menyangrai kopi. Dalam rantai produksi minuman kopi, dari tanaman kopi hingga menjadi secangkir kopi, seorang
roaster memiliki posisi yang penting. Christianus Pinardi Setiawan, bilang, untuk menghasilkan secangkir kopi nikmat, petani kopi mempunyai peran sebesar 60%. Sedangkan peran seorang
roaster sebesar 30%. "Sisanya dari barista," ujar barista dan
roaster yang menjabat sebagai
Production Manager Sebastian Coffee and Kithcen ini. Aris Kadarisman,
roaster dan
trainer di Indonesia Coffee Academy, mengatakan, kemampuan
roaster dibutuhkan untuk menentukan tingkat kematangan kopi dengan optimal. Membentuk profil Evani menguraikan, seorang
roaster ikut menjadi penentu dalam proses produksi kopi spesial. Jika seorang
roaster menyangrai sembarangan, biji kopi berkualitas tinggi sekali pun tidak bisa menghasilkan secangkir kopi spesial. Tak sekadar menyangrai, imbuh Evani, seorang
roaster harus bisa mengeluarkan potensi dan citarasa kopi yang optimal. Pemegang sertifikat Diploma System dari Specialty Coffee Association (SCA) ini bilang,
roaster juga lah yang membentuk profil cita rasa kopi. Cita rasa kopi memang bergantung pada hasil kerja
roaster. Pinardi menyebutkan, dua orang
roaster yang menyangrai
green bean yang sama, bisa jadi menghasilkan cita rasa kopi yang berbeda. Sebab, masing-masing
roaster boleh jadi membentuk profil penyangraian (
roasting profile) yang berbeda. Oleh karena itu, hasil akhirnya juga bakal berbeda. Saat membeli biji kopi dari petani, seorang
roaster biasanya menguji cita rasa kopi terlebih dahulu melalui proses
cupping. Dari situ, Pinardi bilang, dia akan tahu karakter kopi tersebut. Lalu,
roaster akan menentukan karakter mana yang penting dan perlu ditingkatkan atau mana yang dikurangi atawa dihilangkan. Misalnya, kopi dengan keasaman atau
acidity yang enak dan kompleks. Seorang
roaster bisa memilih untuk meningkatkan cita rasa keasaman itu. Bisa juga,
roaster memilih untuk meningkatkan ketebalan atau
body kopi tersebut.
Roaster juga harus menentukan aroma yang perlu ditingkatkan. Dari situlah,
roaster akan menentukan
roasting profile. Profil penyangraian juga akan berbeda, bergantung pada cara penyeduhan. Apakah penyeduhan menggunakan teknik manual (
manual brewing) atau memakai mesin (
espresso). Pintar menghitung Nah, proses menyangrai biji kopi akan bergantung pada profil yang telah ditentukan sebelumnya. Selain itu, kata Pinardi, proses penyangraian, seperti penentuan temperatur dan waktu, juga tergantung pada biji kopi yang disangrai. Secara mendasar, Aris menuturkan, ada tiga tahap dalam proses sangrai.
Pertama,
dehydration, proses untuk menghilangkan kadar air.
Kedua,
caramelization, proses pembentukan kadar gula.
Ketiga,
beans development atau menentukan tingkat kematangan. Praktiknya, menyangrai biji kopi hingga menghasilkan kopi nikmat tentu tidak mudah. Karena pekerjaan memanggang tidak lepas dari api, seorang
roaster harus memahami persoalan temperatur. Bahkan, menentukan temperatur awal alias
initial temperature, tandas Pinardi, menjadi langkah krusial. "Ada hitung-hitungannya berdasarkan massa, berat, kekerasan, dan proses paca panen biji kopi," katanya. Saat biji kopi dimasukkan, suhu drum di mesin penyangrai akan menurun sementara suhu biji kopi pelan-pelan naik. Pada satu titik, Evani bilang, suhu drum dan biji kopi akan sama. Pasca fase
turning point ini, biji kopi akan mengalami
drying stage atau pengurangan kadar air. Lalu, biji kopi mulai mengeluarkan aroma. Setelah itu, biji kopi pecah untuk pertama kalinya. Fase ini disebut
first crack. "Fase ini menandakan biji matang dan menjadi titik awal
roasting development," ucap Evani. Setelah biji terpecah, Pinardi melanjutkan, seorang
roaster mulai membentuk profil kopi seperti menentukan keasaman, ketebalan, dan aroma. Termasuk, mendapat rasa manis atau
sweet spot saat memasuki
sugar browning. Nah, tahapan tersebut merupakan proses dasar. Praktiknya, tentu bisa lebih kompleks.
Yang jelas, Pinardi mengatakan, seorang
roaster harus pintar menghitung. Dia mesti bisa memperkirakan kenaikan temperatur dalam menit tertentu. Lalu, bagaimana prospek profesi
roaster? Menurut Aris, prospek
roaster ke depan semakin menarik seiring semakin banyaknya
roastery dan kedai atau kafe kopi. Yang penting, perlu ada kompetensi agar seorang
roaster tidak kalah bersaing. Pinardi menyarankan, seorang
roaster sebaiknya mengawali kariernya dari barista. "Barista naik kelas jadi
roaster sehingga pengetahuan makin lengkap," katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: S.S. Kurniawan