Tak hanya Evergrande, pengembang ini juga kesulitan bayar utang



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Krisis keuangan yang sedang dihadapi China Evergrande Group membuat pasar keuangan global kembali menyoroti kesehatan pasar properti China.

Padahal, pada musim panas tahun lalu, People's Bank of China (PBOC) sudah menetapkan tiga garis merah yang perlu diperhatikan oleh pengembang properti besar dalam hal status keuangan mereka.

Bank sentral China itu memaksa perusahaan properti untuk tetap berada dalam rasio utang terhadap aset tertentu mengutip Nikkei Asia pada Senin (4/10).


PBOC juga sudah berusaha mempersulit perusahaan properti ini untuk meningkatkan leverage utangnya dan menuangkan uang ke pasar real estat yang sudah memanas.

Mengutip Bloomberg, ternyata pengembang Sinic Holdings Group Co juga sudah menerima permintaan untuk membayar sejumlah utang usai melewatkan dua pembayaran bunga bagi investor lokal.

Seorang kreditur dari pengembang China tersebut menuntut pembayaran kembali pokok dan bunga yang masih harus dibayar sebesar US$ 75,4 juta.

Baca Juga: Hong Kong hentikan perdagangan saham China Evergrande

Perusahaan tersebut telah gagal membayar bunga sebesar CYN 38,7 juta atau setara dengan US$ 6 juta pada dua pengaturan pembayaran untuk investor lokal pada 18 September lalu.

Sinic mengatakan, mungkin menghadapi kegagalan teknis pada pembiayaan lain, termasuk utang publik dan swasta luar negeri lainnya. Lantaran pembayaran yang terlambat dan tindakan penegakan kreditur yang tidak disebutkan namanya.

Pengembang ini telah mempekerjakan Linklaters LLP dan Alvarez & Marsal Inc. masing-masing sebagai penasihat hukum dan keuangannya. Langkah ini diambilĀ  guna menilai struktur modal, likuiditas, dan solusi perbaikannya.

Pengembang yang berbasis di Shanghai tersebut tidak segera menanggapi permintaan komentar pada hari Senin, dan selama liburan Golden Week di China.

Peringkat Sinic telah diturunkan ke kisaran CCC oleh Fitch Ratings dan S&P Global Ratings pada akhir September lalu. Ini mencerminkan berkurangnya kejelasan tentang rencana pembiayaan kembali perusahaan itu.

Sinic memiliki utang yang nilainya sebesar US$ 246 juta, pada obligasi dolar AS yang jatuh tempo 18 Oktober mendatang. Selain itu, perusahaan juga memiliki notes dengan 10,5% yang jatuh tempo pada 2022 berada di 17,9 sen setelah penurunan obligasi dan saham September setelah pembayaran yang terlewatkan.

Perusahaan properti berada di bawah pengawasan ketat karena kekhawatiran penularan atas riak China Evergrande Group melalui sektor ini.

Meningkatnya tekanan di antara perusahaan properti telah mendorong default obligasi korporasi China ke rekor tertinggi tahun ini karena Beijing menekan sektor yang sarat utang.

Tekanan pembiayaan kembali diperkirakan akan bertahan dengan imbal hasil obligasi sampah China, yang didominasi oleh pembangunan, sekitar 14,6%, menurut indeks Bloomberg.

Baca Juga: Bursa Asia tergelincir usai saham Evergrande disuspen dan kekhawatiran inflasi

Pengembang besar lainnya seperti Vanke Co, Poly Group sebagai perusahaan pelat merah dan Wanda Group belum melaporkan masalah serupa. Tetapi ratusan pengembang kecil telah ditutup sejak regulator pada 2017 mulai memperketat kontrol atas taktik penggalangan dana seperti menjual apartemen sebelum konstruksi dimulai.

Menurut Rushi Advanced Institute of Finance, harga kondominium di selatan kota Shenzhen sekarang 57 kali lipat dari pendapatan tahunan rata-rata. Nilai itu 55 kali lipat dari pendapatan di Beijing.

Padahal pada puncak gelembung ekonomi Jepang pada tahun 1990, kondominium Tokyo hanya 18 kali lipat dari pendapatan tahunan rata-rata di negara tersebut.

Dengan harga rumah yang jelas berada di luar jangkauan rumah tangga rata-rata, investor khawatir Presiden China Xi Jinping dapat mengambil langkah-langkah untuk mendinginkan gelembung properti ini.

Terlebih Xi telah menggelar kampanye kemakmuran bersama barunya membayangkan ekonomi yang lebih adil di mana hasil pembangunan dibagikan secara lebih luas.

Selanjutnya: AS desak China untuk hentikan kegiatan militer provokatif di dekat Taiwan

Editor: Anna Suci Perwitasari