JAKARTA. Rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika terkait lelang pita frekuensi radio 2,1 Ghz dan 2,3 GHz rencananya disahkan pekan ini. Namun, lelang itu diperkirakan tidak mendatangkan pendapatan bagi negara lewat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).Hal ini disebabkan karena hanya ada tiga blok frekuensi yang akan dilelang di mana saat ini ada empat existing operator. Itu artinya, empat existing operator pasti menang dalam lelang ini, kecuali jika lelang dilakukan secara terbuka bahkan untuk investor baru sehingga bisa meningkatkan PNBP.Keempat existing operator itu di antaranya PT Hutchison 3 Indonesia, PT Telekomunikasi Selular, PT Indosat Tbk, dan PT XL Axiata Tbk.
Anggota Komisi XI DPR RI Misbakhun mengatakan, seharusnya rencana lelang dilakukan secara maksimal dengan metode yang menguntungkan negara sehingga tercapai target PNBP dari sektor ini. Pajak, deviden, dan PNBP dari sektor telekomunikasi dan informatika menurut dia menyumbang sekitar Rp 280 triiun, rata-rata tiap rahun sekitar Rp 28 trilun. Adapun dalam APBN 2017 telah ditetapkan target PBNP dari sektor telekomunikasi dan informatika sebesar Rp 16,5 triliun. “Salah satu sumber PNBP di sektor telekomunikasi dan informatika adalah tata kelola frekuensi telekomunikasi. Frekuensi merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang merupakan sumber daya alam berupa ruang udara,” kata dia dalam paparan pada sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (23/3). Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa (Welfare Initiative for Better Societies) Ah Maftuchan mengatakan, hasil audit BPK Desember 2015 melaporkan bahwa piutang PNBP Kominfo merupakan salah satu yang tinggi yakni Rp 2,9 tiliun yang berasal dari Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi dan Pengenaan Denda. “Artinya itu termasuk lima tertinggi di antara K/L lain yang mengelola PNBP, misalnya tertinggi ada adalah Kementerian ESDM sebesar Rp 26,4 tiliun, Kejagung Rp 15,7 triliun, KLHK Rp 2,9 triliun,” katanya.