KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Urung pailit akibat Pengadilan Niaga Surabaya mengesahkan rencana perdamaian tak serta merta membuat PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) bisa langsung mengudara. Masih banyak tahapan agar Merpati lepas landas. Direktur Utama PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) Henry Sihotang bilang, pasca homologasi langkah pertama yang perlu didapatkan Merpati adalah restu untuk beroperasi kembali dari pelbagai pemangku kebijakan. "Merpati ini kan BUMN, kalau dia mau aksi korporasi ada ketentuan-ketentuan yang harus diikuti. Sementara dalam proposal perdamaian dalam PKPU ada investor, kalau sudah masuk jadi pemegang saham mayoritas. Kalau seperti itu privatisasi, ada lagi regulasi-regulasi yang mengatur," kata Henry kepada Kontan.co.id, Rabu (14/11). Setidaknya ada tiga beleid yang mengatur tata cara privatisasi BUMN. UU 19/2003 tentang BUMN; PP 33/2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Persero; dan Permen BUMN 1/201 tentang Cara Privatisasi, Penyusunan Program Privatisasi, dan Penunjukan Lembaga dan/atau profesi penunjang dan profesi lainnya. Tiga beleid tersebut merangkum, hal pertama yang harus didapatkan Merpati menggelar privatisasi adalah rekomendasi dari Menteri Keuangan. Soal ini sejatinya cukup sulit, sebab kenyataannya Kementerian Keuangan (Kemkeu) terlihat belum menentukan sikap. Bahkan dalam rapat pemungutan suara alias voting atas rencana perdamaian PKPU Merpati, Kemkeu memberikan suara penolakan. Pun beberapa hari lalu Sri Mulyani terkesan ragu atas kehadiran investor Merpati. "Jangan yang masuk ke Merpati hanya bawa nama, tapi tidak bawa expertise, tidak bawa teknologi, dan tidak bawa uang. Cuma bawa nama saja. Kalau mereka (investor) punya modalitas kredibel, kita siap mendukung secara baik," kata Sri Mulyani (12/11) dikutip dari pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya. Asal tahu, PT Intra Asia Corpora siap menyuntik dana Rp 6,4 triliun. Rizky Dwinanto, Kuasa Hukum Merpati dari Kantor Hukum ADCO Attorney at Law kepada KONTAN sempat menyebut, Intra Asia telah menerbitkan security bond senilai Rp 250 miliar untuk membuktikan keseriusannya jadi penyelemat Merpati. Urusan rekomendasi Menkeu rampung, privatisasi Merpati juga perlu diumumkan kepada khalayak. Selanjutnya, Merpati butuh restu dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "Untuk privatisasi butuh konsultasi dengan DPR," ungkap Henry. Kemudian, agar memiliki landasan hukum, pemerintah musti menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) soal privatisasi Merpati. Henry menambahkan, setelah semua proses dilalui, Merpati baru bisa bikin konsep kembali beroperasi. "Kalau semuanya sudah berss baru bisa diurus soal perizinan kembali terbang ke Kementerian Perhubungan, pengadaan pesawat, dan sebagainya," jelasnya. Direktur Utama Merpati Kapten Asep Ekanugraha dalam rencana perdamaian yang dimiliki Kontan.co.id bilang, nilai investasi dari Intra Asia sendiri akan digunakan untuk pembelian armada pesawat baru, suku cadang berikut dengan infrastrukturnya. "Setelah mitra strategis (Intra Asia) sebagai pemegang saham, perusahaan akan mengoperasikan armada pesawat baru yaitu pesawat dengan tipe 20-seater yang akan melayani rute penerbangan perintis dan pesawat dengan tipe 180-seater yang akan melayani rute penerbangan domestik internasional," kata Kapten Asep. Asumsinya pada tahun pertama merupakan masa Merpati melakukan proses permohonan penerbitan Air Operator Certificate dan Surat Izin Usaha Angkutan Udara serta proses praoperasi penerbangan pasca berhenti beroperasi. Izin didapatkan, Merpati kembali operasi, pada lima belas tahun, kas perusahaan bisa mencapai Rp 19,49 triliun. Sementara dari investasinya, Intra Asia kelak akan menggenggam saham Merpati sebesar 88%. Sisanya akan dimiliki oleh pemerintah sebesar 0,01%, PT Garuda Indonesia (Persero) tbk (GIAA) 0,0004%, kreditur konkuren (tanpa jaminan) dalam PKPU akan genggam 3,65%, sementara kreditur separatis (dengan jaminan) akan pegang 8,23%. Nah, jika semua berjalan lancar, tentu Merpati bisa segera lepas landas. "Tapi, jika ada ketentuan yang tak bisa dijalankan, sehingga homologasi juga tak bisa terimplementasi, ya memang masih asa kas untuk pailit," lanjut Henry. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Tak jadi pailit, maskapai Merpati belum tentu bisa langsung terbang lagi
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Urung pailit akibat Pengadilan Niaga Surabaya mengesahkan rencana perdamaian tak serta merta membuat PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) bisa langsung mengudara. Masih banyak tahapan agar Merpati lepas landas. Direktur Utama PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) Henry Sihotang bilang, pasca homologasi langkah pertama yang perlu didapatkan Merpati adalah restu untuk beroperasi kembali dari pelbagai pemangku kebijakan. "Merpati ini kan BUMN, kalau dia mau aksi korporasi ada ketentuan-ketentuan yang harus diikuti. Sementara dalam proposal perdamaian dalam PKPU ada investor, kalau sudah masuk jadi pemegang saham mayoritas. Kalau seperti itu privatisasi, ada lagi regulasi-regulasi yang mengatur," kata Henry kepada Kontan.co.id, Rabu (14/11). Setidaknya ada tiga beleid yang mengatur tata cara privatisasi BUMN. UU 19/2003 tentang BUMN; PP 33/2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Persero; dan Permen BUMN 1/201 tentang Cara Privatisasi, Penyusunan Program Privatisasi, dan Penunjukan Lembaga dan/atau profesi penunjang dan profesi lainnya. Tiga beleid tersebut merangkum, hal pertama yang harus didapatkan Merpati menggelar privatisasi adalah rekomendasi dari Menteri Keuangan. Soal ini sejatinya cukup sulit, sebab kenyataannya Kementerian Keuangan (Kemkeu) terlihat belum menentukan sikap. Bahkan dalam rapat pemungutan suara alias voting atas rencana perdamaian PKPU Merpati, Kemkeu memberikan suara penolakan. Pun beberapa hari lalu Sri Mulyani terkesan ragu atas kehadiran investor Merpati. "Jangan yang masuk ke Merpati hanya bawa nama, tapi tidak bawa expertise, tidak bawa teknologi, dan tidak bawa uang. Cuma bawa nama saja. Kalau mereka (investor) punya modalitas kredibel, kita siap mendukung secara baik," kata Sri Mulyani (12/11) dikutip dari pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya. Asal tahu, PT Intra Asia Corpora siap menyuntik dana Rp 6,4 triliun. Rizky Dwinanto, Kuasa Hukum Merpati dari Kantor Hukum ADCO Attorney at Law kepada KONTAN sempat menyebut, Intra Asia telah menerbitkan security bond senilai Rp 250 miliar untuk membuktikan keseriusannya jadi penyelemat Merpati. Urusan rekomendasi Menkeu rampung, privatisasi Merpati juga perlu diumumkan kepada khalayak. Selanjutnya, Merpati butuh restu dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "Untuk privatisasi butuh konsultasi dengan DPR," ungkap Henry. Kemudian, agar memiliki landasan hukum, pemerintah musti menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) soal privatisasi Merpati. Henry menambahkan, setelah semua proses dilalui, Merpati baru bisa bikin konsep kembali beroperasi. "Kalau semuanya sudah berss baru bisa diurus soal perizinan kembali terbang ke Kementerian Perhubungan, pengadaan pesawat, dan sebagainya," jelasnya. Direktur Utama Merpati Kapten Asep Ekanugraha dalam rencana perdamaian yang dimiliki Kontan.co.id bilang, nilai investasi dari Intra Asia sendiri akan digunakan untuk pembelian armada pesawat baru, suku cadang berikut dengan infrastrukturnya. "Setelah mitra strategis (Intra Asia) sebagai pemegang saham, perusahaan akan mengoperasikan armada pesawat baru yaitu pesawat dengan tipe 20-seater yang akan melayani rute penerbangan perintis dan pesawat dengan tipe 180-seater yang akan melayani rute penerbangan domestik internasional," kata Kapten Asep. Asumsinya pada tahun pertama merupakan masa Merpati melakukan proses permohonan penerbitan Air Operator Certificate dan Surat Izin Usaha Angkutan Udara serta proses praoperasi penerbangan pasca berhenti beroperasi. Izin didapatkan, Merpati kembali operasi, pada lima belas tahun, kas perusahaan bisa mencapai Rp 19,49 triliun. Sementara dari investasinya, Intra Asia kelak akan menggenggam saham Merpati sebesar 88%. Sisanya akan dimiliki oleh pemerintah sebesar 0,01%, PT Garuda Indonesia (Persero) tbk (GIAA) 0,0004%, kreditur konkuren (tanpa jaminan) dalam PKPU akan genggam 3,65%, sementara kreditur separatis (dengan jaminan) akan pegang 8,23%. Nah, jika semua berjalan lancar, tentu Merpati bisa segera lepas landas. "Tapi, jika ada ketentuan yang tak bisa dijalankan, sehingga homologasi juga tak bisa terimplementasi, ya memang masih asa kas untuk pailit," lanjut Henry. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News