KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Polemik stok dan pasokan beras makin memanas. Kementerian Pertanian menyatakan saat ini pasokan beras masih surplus, namun Bulog mengaku tidak bisa menyerap beras dari lapangan karena pasokannya kosong, baik di tingkat petani maupun penggilingan beras. Lantaran tidak juga bisa mendapatkan pasokan sesuai dengan yang dijanjikan Kementerian Pertanian, maka Bulog akan merealisasikan impor beras mulai awal Desember ini secara bertahap. “Kementerian Perdagangan sudah memberikan izin impor beras kepada Bulog,” ujar Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso dalam acara diskusi dengan beberapa pemimpin redaksi, Kamis (24/11).
Kendati izin impor sudah dipegang, Buwas – julukan akrab Budi Waseso – menyatakan tidak serta-merta Bulog bisa langsung mengimpor. Ada berbagai jalur birokrasi yang harus dilewati terlebih dulu. Selain itu, Buwas masih menunggu dulu, apakah akhirnya pasokan beras dalam negeri tersedia dan bisa diserap, karena memang harus mengutamakan pasokan dari dalam negeri.
Baca Juga: Rencana Impor Beras Dinilai Akan Sakiti Petani Rencananya, Bulog akan mengimpor beras total sebanyak 500.000 ton, sesuai dengan komitmen yang dipegangnya bersama eksportir beras di luar negeri. Yakni, dari Myanmar, Thailand, dan Vietnam. Kenapa Buwas bersikeras mengimpor beras, padahal Indonesia sudah 3 tahun terakhir ini swasembada beras? Ini karena mantan Kabareskrim Polri dan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) itu tidak mendapatkan pasokan beras sebagaimana yang ditargetkan Bulog. Yakni, sebanyak 600.000 ton, supaya total stok menjadi sekitar 1,2 juta ton. Menurut Buwas, Kementerian Pertanian pada waktu Rapat Terbatas Ketahanan Pangan yang dipimpin Presiden Jokowi, beberapa bulan lalu, berjanji menyediakan pasokan 1 juta ton beras untuk diserap Bulog. Tapi ditunggu-tunggu, pasokan itu tidak tersedia. Sampai Presiden Jokowi sendiri menanyakan kepada Buwas tentang pasokan beras tersebut, dan Buwas pun menjawab apa adanya bahwa kenyataannya tidak ada pasokan di lapangan. Padahal fleksibilitas harga pembelian pemerintah sudah dilonggarkan, dan Bulog pun siap menyerap di harga komersial. “Tapi berasnya memang enggak ada,” kata Buwas. Maka, Presiden Jokowi meminta para pembantunya untuk menggelar Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) Pangan. Di Rakortas yang berlangsung awal November itu pun pihak Kementerian Pertanian menjanjikan dalam waktu seminggu sanggup menyediakan beras sebanyak 500.000 ton untuk diserap Bulog. Tapi kenyataannya di lapangan pasokan beras kosong. Bulog sudah mengecek langsung ke daerah-daerah sentra beras, seperti Jember, Malang, Tegal, sampai Indramayu, hasilnya nihil. Karena itu, Bulog tidak dapat menunggu terlalu lama. Karena kalau sampai terlambat mengambil keputusan, kejadian langka dan mahalnya minyak goreng bakal berulang. Karena pasokan tidak diamankan. Begitu halnya kejadian melambungnya harga kedelai, karena telat mengambil keputusan dan merasa aman dengan pasokan dalam negeri. Buwas mengingatkan, jangan sampai kejadian tersebut terjadi pada beras. Menurut Buwas, kondisi saat ini memang berbeda dengan tahun-tahun lalu. Fenomena anomali cuaca memang nyata dan berdampak pada produksi pertanian tanaman pangan.
Baca Juga: Ditugaskan untuk Impor Beras, Buwas: Bukan Kemauan Bulog ”Dunia sedang menghadapi ancaman krisis pangan,” ujarnya. Indonesia tentu masih jauh dari ancaman krisis pangan. Di luar beras, masih ada ubi-ubian, jagung, juga sagu. Namun, bilamana terjadi krisis pasokan beras, tentu bakal menyulut gejolak sosial.
“Beras ini kan kebutuhan pokok. Kalau sampai langka dan mahal bisa menjadi masalah besar,” ucap Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka ini. Data Bulog per 31 Oktober 2022, stok beras Bulog sejumlah 597.919 ton. Ini sudah meliputi beras medium yang merupakan cadangan beras pemerintah (CBP) dan beras komersial premium. Bila tidak ada lagi penyerapan atau pengadaan beras, pada akhir tahun nanti stok beras Bulog tinggal 399.550 ton. Bila tidak dilakukan langkah antisipasi, kondisi Januari dan Februari tahun depan bakal rawan, karena petani belum panen. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi