Tak Kalah dengan Bank Umum, Ini Daftar BPR Beraset Jumbo yang Berpeluang IPO



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kehadiran Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) memberikan keleluasaan bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) melakukan peningkatan modal. Beleid ini memperbolehkan BPR/BPRS melakukan initial public offering (IPO) atau melantai di pasar modal.

Permodalan masih jadi salah satu masalah utama di BRP/BPRS saat ini. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan aturan yang mewajibkan BPR/BPRS memiliki modal inti minimum Rp 6 miliar di akhir 2024.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) jumlah BPR mencapai 1.445 unit yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia pada Oktober 2022. Aset dari BPR tersebut mencapai Rp 176,62 triliun, dengan penyaluran kredit Rp 128,32 triliun dan himpunan dana pihak ketiga (DPK) mencapai Rp 123,68 triliun.  


Sedangkan jumlah, BPRS tercatat sebanyak 167 unit dengan jumlah aset mencapai Rp 19.25 triliun. Sedangkan penyaluran kredit mencapai Rp 14,11 triliun dan himpunan DPK mencapai Rp 12,91 triliun. 

Baca Juga: BSI Gandeng Kemenkeu Siapkan Program Penerima KUR Syariah agar UMKM Naik Kelas

Dari jumlah tersebut, terdapat 9 BPR yang memiliki aset di atas Rp 2 triliun per awal Desember 2022. BPR dengan aset jumbo ini memiliki peluang yang lebih besar bila melakukan IPO. Berikut daftarnya: 1. BPR Eka Bumi Artha asal Kota Bumi, Lampung dengan total aset sebesar Rp 9,22 triliun. Dengan realisasi pembiayaan sebesar Rp 4,54 triliun dan himpunan DPK senilai Rp 7,91 triliun.

2. BPR Lestari Bali asal Bali dengan total aset sebesar Rp 5,41 triliun. BPR ini telah realisasi pembiayaan sebesar Rp 5,41 triliun dan himpunan DPK senilai Rp 4,10 triliun.

3. BPR Jawa Timur asal Surabaya dengan total aset sebesar Rp 3,01 triliun. BPR ini telah realisasi pembiayaan sebesar Rp 2,36 triliun dan himpunan DPK senilai Rp 2,34 triliun.

4. BPR Surya Yudhakencana asal Banjarnegara, Jawa Tengah dengan total aset sebesar Rp 2,75 triliun. BPR ini telah realisasi pembiayaan sebesar Rp 2,14 triliun dan himpunan DPK senilai Rp 2,03 triliun.

5. BPR Hasa Mitra asal Makassar, Sulawesi Selatan dengan total aset sebesar Rp 2,70 triliun. BPR ini telah realisasi pembiayaan sebesar Rp 1,96 triliun dan himpunan DPK senilai Rp 2,28 triliun.

6. BPR BKK Jawa Tengah asal Semarang, Jawa Tengah dengan total aset sebesar Rp 2,54 triliun. BPR ini telah realisasi pembiayaan sebesar Rp 2,14 triliun dan himpunan DPK senilai Rp 1,55 triliun.

7. BPR Modern Express asal Ambon, Maluku dengan total aset sebesar Rp 2,36 triliun. BPR ini telah realisasi pembiayaan sebesar Rp 1,13 triliun dan himpunan DPK senilai Rp 2,10 triliun.

8. BPR Palu Lokadana Utama asal Palu, Sulawesi Tengah dengan total aset sebesar Rp 2,30 triliun. BPR ini telah realisasi pembiayaan sebesar Rp 1,01 triliun dan himpunan DPK senilai Rp 2,06 triliun.

9. BPR Karyajatnika Sadaya asal Bandung, Jawa Bandung dengan total aset Rp 2,21 triliun. BPR ini telah realisasi pembiayaan sebesar Rp 1,86 triliun dan himpunan DPK senilai Rp 791,78 miliar.

Adapun Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah menilai semua BPR bisa melakukan IPO tanpa memandang aset. Selama, BPR tersebut mampu memenuhi persyaratan IPO dari Bursa Efek Indonesia (BEI). 

Baca Juga: BTN Catat Pertumbuhan Sales Volume Tansaksi QRIS Lebih dari 300% per November 2022

Kendati demikian, Piter melihat BPR memiliki persaingan yang ketat dan berat sebagai lembaga keuangan mikro. Sebab, BPR didesain hadir di tengah masyarakat melayani kebutuhan pembiayaan mikro di level desa. 

“BPR itu bank pedesaan, tapi dalam perkembangannya bank umum dan besar itu juga diizinkan miliki cabang yang sampai ke desa. Dalam hal ini berhadapan secara langsung bank besar yang jauh lebih efisien,” papar Piter kepada KONTAN.

Sehingga persaingannya tidak seimbang, belum lagi kehadiran fintech, koperasi simpan pinjam, lembaga keuangan mikro seperti BMT. 

“Walaupun demikian, sejauh ini ada saja BPR yang mampu bertahan dan berkembang. Tapi tingkat kegagalan BPR juga tinggi. Kasus bank gagal di LPS umumnya di BPR, minimal ada 1 entitas setiap tahunnya. Jadi secara risiko cukup tinggi dibandingkan bank umum,” tambahnya. 

Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin menilai masih masuk akal bagi BPR untuk IPO dan bersaing. Ia melihat, terdapat beberapa BPR juga sudah melebihi bank pembangunan daerah (BPD). 

“Sehingga masih bisa untuk IPO, karena BPD yang IPO juga belum seberapa. Prospek BPR di 2023 masih cukup bagus banyak masyarakat Indonsia yang belum mendapatkan akses perbankan,” papar Amin. 

Lanjut ia, jangkauan BPR juga lebih jauh dibandingkan bank umum. Selain itu, prospek pembiayaan ke segmen mikro dan ultra mikro masih terbuka lebar bagi BPR yang fokus menggarap produk ini. 

“Masih cukup lebar bagi BPR ditambah dengan kemauan BPR yang mau turun gunung mendatangi nasabah ke pelosok. Sehingga, di daerah tertentu saat BPD lemah, justru BPR yang lebih kuat,” jelasnya. 

Kendati demikian, ia melihat BPR juga mendapat tantangan dari sektor fintech dan bank digital. Sehingga, BPR harus segera melakukan transformasi digitalisasi terlebih fintech masih banyak menjangkau di kota tier satu dan dua.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi