KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Satuan Tugas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) telah berulang kali melelang aset PT Timor Putra Nasional milik Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto. Namun, hingga kini aset tersebut tak kunjung laku. Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan sekaligus Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban mengatakan, pihaknya terus mencari jalan keluar agar aset yang dilelang tersebut laku. Salah satunya dengan menurunkan harga aset tersebut dari tawaran awal.
“(Aset Tommy Soeharto) akan kita lakukan lelang lagi. Tentu nanti penilaiannya akan melihat dari hasil lelang sebelumnya, dilakukan
adjustment sehingga bisa laku,” tutur Rio dalam media briefing DJKN, Selasa (20/6).
Baca Juga: Satgas BLBI Serahkan Penagihan Utang Lapindo Ke PUPN Jakarta Meski begitu, Rio mengakui dalam kondisi pemulihan ekonomi saat ini, sulit mendapatkan calon pembeli dengan jumlah aset yang sangat besar. Adapun aset Tommy Soeharto yang disita negara bernilai Rp 2,42 triliun berupa empat bidang tanah. Masing-masing tanah tersebut seluas 518.870 meter persegi, 530.125,52 meter persegi, 100.985,15 meter persegi, dan 98.896,70 meter persegi. “Tapi memang pada kondisi seperti ini mungkin tidak mudah mendapatkan pembeli yang bisa membeli tanah sebesar itu. Jadi kita akan melakukan lelang lagi,” imbuhnya. Sebelumnya, Satgas BLBI membuka opsi untuk menawarkan aset Tommy Soeharto kepada institusi. Namun rencana tersebut akan menjadi opsi terakhir apabila aset Tommy Soeharto tak kunjung laku dilelang. “Kita akan carikan jalan bagaimana itu kemudian ada institusi yang bisa membeli itu, dan setelah kita beli serahkan kepada pengacara. Itu tetapi sedang kita pikirkan,” kata Rio beberapa waktu lalu. Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa idealnya aset sitaan BLBI memang dijual dengan cara dilelang. Namun apabila aset tersebut tak juga laku di lelang, maka ada opsi-opsi lain yang bisa dilakukan untuk mengoptimalkan aset tersebut.
Baca Juga: Satgas BLBI Tengah Berupaya Tagih Utang Tutut Soeharto Sekitar Rp 700 Miliar “Untuk me-
recover hak tagih dan kerugian negara yang lalu, memang idealnya dijual dan kita dapat
cash-nya,” kata Menkeu. “Nah kalau jumlah lokasi dan
size-nya tidak memungkinkan, tentu saja akan ada untuk bisa mengoptimalkan aset itu,” imbuhnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi