JAKARTA. Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Herry Suhardiyanto bersikukuh tidak mau melaksanakan eksekusi putusan kasasi Mahkamah Agung (MA). Pihak IPB menolak mengumumkan nama-nama susu formula terkontaminasi Enterobacter Sakazakii, dengan dalih melanggar kode etik penelitian. Hal itu semakin terlihat ketika IPB lebih mengedepankan pengajuan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan MA tersebut, ketimbang menjalankan putusan No. 2975 K/Pdt/2009 tertanggal 26 April 2010. Rencananya surat permohonan PK tersebut bakal diajukan ke MA pada pekan ini.Menanggapi hal tersebut, David Tobing selaku pemohon eksekusi mengatakan siap menghadapi permohonan PK Rektor IPB tersebut. Namun dibalik itu semua, dia menyatakan, sikap Rektor IPB selaku akademisi mencerminkan overaktif serta cenderung mengedepankan etika ketimbang penegakan supremasi hukum. "Saya siap menghadapi PK yang diajukan IPB ini, mau berapa kali PK pun saya siap," kata David, akhir pekan lalu.Lebih jauh, David menyatakan, sikap Rektor IPB tersebut seperti tidak beritikad baik. Selain itu, kepasrahan Rektor IPB terhadap rencana eksekusi terhadap meja yang ada di kantornya sebagai jaminan pembayaran biaya perkara dapat mencoreng lembaga akademik tersebut. Sebelumnya, David mengajukan sita eksekusi meja yang bercokol di kantor Rektor IPB tersebut sebagai antisipasi keengganan pihak Termohon eksekusi membayar biaya perkara."Biaya perkara sekitar Rp 2,5 juta, dan dia (Rektor IPB) merelakan mejanya diambil dan dilelang oleh pihak pengadilan, Permasalahannya adalah apakah almamaternya tidak malu, sehingga merelakan meja rektornya dilelang Pengadilan?," tukas David.
Tak laksanakan eksekusi, IPB dinilai tidak beritikad baik
JAKARTA. Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Herry Suhardiyanto bersikukuh tidak mau melaksanakan eksekusi putusan kasasi Mahkamah Agung (MA). Pihak IPB menolak mengumumkan nama-nama susu formula terkontaminasi Enterobacter Sakazakii, dengan dalih melanggar kode etik penelitian. Hal itu semakin terlihat ketika IPB lebih mengedepankan pengajuan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan MA tersebut, ketimbang menjalankan putusan No. 2975 K/Pdt/2009 tertanggal 26 April 2010. Rencananya surat permohonan PK tersebut bakal diajukan ke MA pada pekan ini.Menanggapi hal tersebut, David Tobing selaku pemohon eksekusi mengatakan siap menghadapi permohonan PK Rektor IPB tersebut. Namun dibalik itu semua, dia menyatakan, sikap Rektor IPB selaku akademisi mencerminkan overaktif serta cenderung mengedepankan etika ketimbang penegakan supremasi hukum. "Saya siap menghadapi PK yang diajukan IPB ini, mau berapa kali PK pun saya siap," kata David, akhir pekan lalu.Lebih jauh, David menyatakan, sikap Rektor IPB tersebut seperti tidak beritikad baik. Selain itu, kepasrahan Rektor IPB terhadap rencana eksekusi terhadap meja yang ada di kantornya sebagai jaminan pembayaran biaya perkara dapat mencoreng lembaga akademik tersebut. Sebelumnya, David mengajukan sita eksekusi meja yang bercokol di kantor Rektor IPB tersebut sebagai antisipasi keengganan pihak Termohon eksekusi membayar biaya perkara."Biaya perkara sekitar Rp 2,5 juta, dan dia (Rektor IPB) merelakan mejanya diambil dan dilelang oleh pihak pengadilan, Permasalahannya adalah apakah almamaternya tidak malu, sehingga merelakan meja rektornya dilelang Pengadilan?," tukas David.