BANDUNG. Program konversi energi kendaraan bermotor dari bahan bakar minyak (BBM) menjadi gas (BBG) terancam berhenti. Pasalnya, dalam Rancangan Anggaran Pembangunan Negara (R-APBN) 2015, Program Keberlanjutan (Sustainability Program) konversi BBM ke Gas tidak disediakan anggaran. Hal tersebut disampaikan Kepala Seksi Pengembangan Proyek Ditjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kementerian Perindustrian Ali Murtopo di workshop Forwin "Kesiapan Industri Otomotif dalam Mendukung Konversi BBM ke BBG" di Bandung, Jawa Barat, Jumat (22/8). "Program pengadaan dan pemasangan konverter kit pada tahun ini ditunda, karena Sustainability Program untuk 2015 tidak tersedia anggarannya. Padahal, program ini sifatnya jangka panjang bukan satu atau dua tahun saja," beber Ali. Dijelaskan Ali, sesuai Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2012 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi Jalan, Kemenperin mendapat beberapa amanat. Pertama, penyediaan dan pemasangan konverter kit melalui penugasan langsung badan usaha. Kedua, melakukan pengaturan, pengawasan, dan verifikasi terhadap pelaksanaan kegiatan penyediaan dan pemasangan konverter kit. "Dari amanat itu, kami di Kemenperin langsung menerbitkan Persyaratan Teknis melalu Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 70 tahun 2012," lanjut Ali. Kendala Tapi, seiring dengan bergulirnya program konvesi energi ini, di lapangan kerap ditemui berbagai kendala yang menghadang. Jumlah SPBG yang minim, hanya 19 lokasi di Jakarta, Palembang, dan Surabaya. Saat ini, hanya lima SPBG yang beroperasi efektif dan sementara melayani bus Transjakarta dan bajaj BBG. Sudah ada 14 bengkel umum yang sudah disertifikasi Kementerian Perhubungan, tetapi nyatanya hanya dua bengkel yang aktif memasang konverter kit. Selain itu, kendala pasokan gas, SPBG berpindah (Mobile Refuelling Unit), dan harga BBG yang tidak ekonomis bagi taksi membuat progam ini tidak berjalan efektif. Perlu dipersiapkan SPBG, kerja sama pemegang merek kendaraan dan produsen konverter kit, serta memproduksi kendaran yang hanya mengonsumsi BBG kalau program keberlanjutan energi ini bisa sukses dijalankan. (Agung Kurniawan )Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Tak masuk APBN, konversi energi terancam terhenti
BANDUNG. Program konversi energi kendaraan bermotor dari bahan bakar minyak (BBM) menjadi gas (BBG) terancam berhenti. Pasalnya, dalam Rancangan Anggaran Pembangunan Negara (R-APBN) 2015, Program Keberlanjutan (Sustainability Program) konversi BBM ke Gas tidak disediakan anggaran. Hal tersebut disampaikan Kepala Seksi Pengembangan Proyek Ditjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kementerian Perindustrian Ali Murtopo di workshop Forwin "Kesiapan Industri Otomotif dalam Mendukung Konversi BBM ke BBG" di Bandung, Jawa Barat, Jumat (22/8). "Program pengadaan dan pemasangan konverter kit pada tahun ini ditunda, karena Sustainability Program untuk 2015 tidak tersedia anggarannya. Padahal, program ini sifatnya jangka panjang bukan satu atau dua tahun saja," beber Ali. Dijelaskan Ali, sesuai Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2012 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi Jalan, Kemenperin mendapat beberapa amanat. Pertama, penyediaan dan pemasangan konverter kit melalui penugasan langsung badan usaha. Kedua, melakukan pengaturan, pengawasan, dan verifikasi terhadap pelaksanaan kegiatan penyediaan dan pemasangan konverter kit. "Dari amanat itu, kami di Kemenperin langsung menerbitkan Persyaratan Teknis melalu Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 70 tahun 2012," lanjut Ali. Kendala Tapi, seiring dengan bergulirnya program konvesi energi ini, di lapangan kerap ditemui berbagai kendala yang menghadang. Jumlah SPBG yang minim, hanya 19 lokasi di Jakarta, Palembang, dan Surabaya. Saat ini, hanya lima SPBG yang beroperasi efektif dan sementara melayani bus Transjakarta dan bajaj BBG. Sudah ada 14 bengkel umum yang sudah disertifikasi Kementerian Perhubungan, tetapi nyatanya hanya dua bengkel yang aktif memasang konverter kit. Selain itu, kendala pasokan gas, SPBG berpindah (Mobile Refuelling Unit), dan harga BBG yang tidak ekonomis bagi taksi membuat progam ini tidak berjalan efektif. Perlu dipersiapkan SPBG, kerja sama pemegang merek kendaraan dan produsen konverter kit, serta memproduksi kendaran yang hanya mengonsumsi BBG kalau program keberlanjutan energi ini bisa sukses dijalankan. (Agung Kurniawan )Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News