Tak perlu ditakutkan, ini cara tangani Covid Arm, efek samping vaksin corona



KONTAN.CO.ID - Jakarta. Setelah suntik vaksin virus corona kepada petugas kesehatan, vaksin Covid-19 mulai diberikan ke petugas pelayanan publik serta atlet pada akhir Februari 2021 kemarin. Sejauh ini, tidak ada efek samping berbahaya yang timbul vaksin virus corona.

Sama sepeti vaksin pada umumnya, vaksin virus corona memang bisa menimbulkan efek samping. Efek samping vaksin virus corona tersebut bisa berupa demam ringan, kelelahan, sakit kepala, dan nyeri otot. Efek samping vaksin virus corona tersebut merupakan respon tubuh ketika vaksin sedang menjalankan tugasnya untuk meningkatkan sistem imunitas kita.

Namun mengutip laporan Cleveland Clinic, vaksin virus corona ternyata bisa menimbulkan efek yang disebut dengan " covid arm". Apa itu covid arm?


Menurut ahli kulit Debra Jaliman, covid arm adalah reaksi yang tertunda pada kulit setelah pemberian vaksin virus corona . "Tampaknya ini adalah reaksi alergi, reaksi kulit yang terjadi setelah mendapatkan suntikan," ucap dia.

Reaksi ini ditandai dengan munculnya kemerahan yang besar pada kulit, terutama di area yang diberikan suntikan. Covid arm juga bisa disertai dengan rasa gatal dan sakit saat disentuh.

Yang membuat efek samping vaksin virus corona ini berbeda dari lainnya adalah kemunculannya yang baru terjadi setelah lima hingga sembilan hari pasca pemberian suntikan. Padahal, efek vaksin biasanya terjadi dalam satu hingga dua hari.

Baca juga: Vaksin Covid-19 dosis tunggal J&J mendapat izin penggunaan darurat di AS

Apakah Covid Arm berbahaya?

Kabar baiknya, Covid arm ini tidak berbahaya karena hanya terjadi pada waktu singkat. Covid arm terjadi hanya sebagai bagian dari respons sistem kekebalan tubuh terhadap vaksin.

Menurut Jaliman, Covid arm biasanya akan hilang dalam waktu 24 jam hingga seminggu. Reaksi ini juga tidak mengancam jiwa, hanya menimpulkan ruam kemerahan yang besar saja pada kulit.

Munculnya Covid arm juga bisa menjadi pertanda bahwa sistem kekebalan tubuh sedang bekerja secara berlebihan.

Editor: Adi Wikanto