JAKARTA. Bagi banyak orang awam, berurusan dengan dokumen legal seperti surat perjanjian jual-beli, surat perjanjian sewa-menyewa atau membuat akta pendirian usaha, bisa membuat pening kepala. Ujung-ujungnya jasa konsultan hukum diperlukan untuk membereskan urusan ini. Namun, menggandeng konsultan memiliki konsekuensi biaya tak murah. Fakta demikian kerap terjadi di sekitar kita. Memang, tidak semua orang memiliki pengetahuan dan akses terhadap notaris, pengacara, atau lembaga bantuan hukum. Terlebih perbandingan jumlah praktisi hukum dengan masyarakat hanya sekitar 1:10.000. Angka tersebut masih sangat rendah dibanding di Amerika Serikat dan China. Adanya kesenjangan ini ditangkap sebagai peluang usaha oleh tiga mahasiswa, yakni Dimas Prasojo dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia; Brilly Andro dari Universitas Bina Nusantara, dan Togi Pangaribuan dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Harvard Law School. Mereka sepakat mendirikan perusahaan rintisan (startup) bernama PopLegal pada Februari 2016. PopLegal sebagai legal & business administration platform mencoba menjawab permasalahan kesulitan mengakses konsultan hukum dan biaya mahal. Dimas Prasojo, Founder dan Chief Operating Officer PopLegal bilang, para founder PopLegal mulai melakukan diskusi dengan tim sejak awal Maret 2016 untuk mengimplementasikan ide legal tech startup. Ia juga ingin memetakan bisnis legal ini di Indonesia.
Mereka mendirikan PopLegal berbekal modal pengetahuan dalam bidang hukum dan teknologi. “Kami juga mendapat dukungan material dan non material dari beberapa advokat senior di Indonesia yang menjadi penasihat kami,” sebutnya. Startup PopLegal menawarkan kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses layanan jasa hukum secara terjangkau. Dengan bantuan teknologi online document generator, PopLegal menyajikan sistem pembuatan dokumen perjanjian yang real-time. Dokumen itu juga disimpan, lalu diedit dari mana saja dan kapan saja. PopLegal melihat sebagian dari pekerjaan jasa hukum terutama dalam pembuatan dokumen perjanjian dan bisnis, bersifat repetitif atau berulang-ulang. Dari situlah teknologi bisa mengambil peran untuk efisiensi dan efektivitas layanan jasa konsultasi hukum. Alhasil, pengguna merasakan kemudahan dalam pembuatan dokumen perjanjian dan bisnis. “Sistem PopLegal menjaga keamanan atau proteksi terhadap pembuatan draf dokumen perjanjian dan bisnis dengan biaya terjangkau,” jelas Dimas. Ada tiga layanan yang ditawarkan PopLegal. Pertama, PopDocs. Melalui PopDocs, pengguna bisa membuat dokumen perjanjian dan bisnis semudah mengisi formulir yang tersedia di dalam sistem PopLegal. Setelah mengisi informasi yang dibutuhkan sehubungan dengan perjanjian yang dipilih, pengguna bisa mengunduh dokumennya secara langsung. Kedua, pengguna bisa membagikan dan mendiskusikan dokumen perjanjian atau bisnis miliknya dengan para pihak lain yang terkait (counter parties) dengan fitur PopDMS (Document Management System). Ketiga, jika ada pertanyaan mengenai permasalahan hukum sehari-hari, pengguna dapat menggunakan fitur PopSupport. “Tim PopSupport kami akan memberikan tanggapan secara normatif berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” terang Dimas. Dimas menyebutkan, untuk mengakses jasa layanan Pop Legal, pengguna terlebih dahulu mendaftar (sign up) di situs PopLegal untuk membuat akun secara gratis. Pengguna hanya perlu mengisi pertanyaan-pertanyaan yang diberikan. Dokumen perjanjian bisa langsung diunduh dan digunakan sesuai kebutuhan. Untuk menggunakan fitur lebih lengkap, ada biaya yang dikenakan terhadap pengguna, yaitu minimal Rp 50.000 untuk satu pembuatan dokumen perjanjian. Apabila pelanggan berasal dari korporasi dan membutuhkan fitur lebih kompleks mengatur dokumen-dokumen hukum secara digital, pelanggan dapat membayar Rp 500.000–Rp 1 juta per bulan. Dengan berlanggan secara bulanan, user akan mendapatkan fitur-fitur tambahan seperti pengaturan akses level ke anggota tim dalam perusahaan, akses domain pribadi, histori aktivitas, dan diskusi dalam dokumen hukum tersebut. Di luar itu, pelanggan yang masih ragu mengenai perjanjian yang akan dibuat, atau memiliki pertanyaan-pertanyaan lebih spesifik terkait hukum bisa menanyakan langsung kepada PopLegal tanpa dikenakan biaya. Pertanyaan itu dan akan dijawab oleh praktisi-praktisi hukum yang andal di bidangnya. Potensi bisnis PopLegal menargetkan layanan ini menyentuh kelompok usaha kecil menengah (UKM) yang tumbuh subur di Indonesia. Terutama yang kerap kesulitan menghadapi masalah legal dalam bisnis mereka. “Kami lebih mengutamakan segmen pasar usaha kecil dan menengah serta perusahaan-perusahaan startup,” tambah Togi Pangaribuan, co-Founder PopLegal. Meskipun demikian, PopLegal membangun sistem yang sifatnya terbuka bagi semua lapisan masyarakat secara umum. Dan setahun sejak berdiri, PopLegal mengklaim sudah punya 120 pengguna dengan akun terdaftar. Sebagian di antaranya pengguna berbayar. Togi bilang, PopLegal menargetkan pengguna flatform ini akan terus meningkat. Dalam lima tahun ke depan, PopLegal memproyeksikan 30.000 UKM di tanah air bisa mengakses jasa layanan pembuatan dokumen hukum secara digital. Target ini tidak muluk-muluk. Sebab dengan jumlah pelaku UKM di Indonesia yang mencapai tiga juta menjadi pasar yang besar. Sehingga potensi pendapatan bisnis PopLegal akan menyasar pada target pasar tersebut. Caranya, perusahaan ini mengomersialkan penggunaan ataupun banyaknya transaksi dari fitur PopDocs dan sistem berlangganan bulanan pada fitur PopDMS. Togi menyatakan, keyakinan tersebut sejalan dengan kondisi 2017 yang digadang-gadang sebagai tahun terbaik untuk pertumbuhan bisnis legal tech startup. Antara lain, banyak potensi kolaborasi PopLegal dengan beberapa asosiasi bisnis, yang memiliki rata-rata ratusan perusahaan anggota, untuk menggunakan fitur-fitur yang ada di PopLegal. Dimas menambahkan, PopLegal merupakan satu-satunya startup bidang hukum di Indonesia yang menggunakan software as a service (SAAS), yakni perangkat lunak berbentuk layanan. Di mancanegara, perusahaan legal tech yang lebih dulu tenar seperti Rocket Lawyer di Amerika Serikat, Law Canvas di Singapura, dan Dragon Law di Hong Kong. “Dengan itu, kami optimistis bahwa pertumbuhan bisnis PopLegal akan terus bertumbuh,” klaimnya.
Mengenai target bisnis tahun ini, PopLegal berharap bisa lebih dikenal luas oleh masyarakat dan UKM sebagai solusi terhadap kebutuhan administrasi jasa hukum yang mudah, aman dan terjangkau. “Kami menargetkan PopLegal dalam setahun ke depan memiliki 1.000-2.000 pengguna aktif, baik untuk fitur PopDocs maupun PopDMS,” ungkapnya. Untuk memuluskan target tersebut, PopLegal terus mengembangkan kapasitas perusahaan yang mencakup tim teknologi, tim legal dan konten, serta tim operasional dan bisnis. Di sisi lain, PopLegal intensif memasarkan produk yang sudah ada agar lebih familier dan banyak digunakan oleh masyarakat dan UKM. Selanjutnya, mengembangkan produk baik yang sudah ada maupun yang akan dibuat agar lebih berskala besar. Meski nyaris belum ada pesaing di industri legal tech di dalam negeri, PopLegal tidak jumawa, tapi akan mengantisipasi perkembangan teknologi digital yang begitu cepat. Makanya, mereka fokus terhadap inovasi produk yang memberikan kemudahan, rasa aman bagi pengguna. “Kami akan terus memberikan edukasi melalui seminar tentang bisnis ini untuk bisa lebih dekat dalam mengetahui kebutuhan pasar,” terang Dimas. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dadan M. Ramdan