JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (KM) mengabulkan gugatan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Dalam pertimbangannya Hakim Konstitusi Aswanto mengatakan, UU Sumber Daya Air tidak menampakkan roh hak pengusahaan air oleh negara sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Padahal air adalah unsur penting dan mendasar bagi kehidupan masyarakat dan menguasai hajat hidup orang banyak. Selain itu akses terhadap air adalah bagian dari hak asasi manusia sehingga negara wajib menghormati, melindungi, dan memenuhinya. MK menilai UU Sumber Daya Air dan enam peraturan pemerintah yang disusun menjadi aturan pelaksana UU tersebut, salah satunya Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 Tentang Sistem Penyediaan Air Minum tidak memenuhi prinsip dasar pengelolaan sumber daya air, khususnya yang berkaitan dengan pembatasan pengelolaan air. "Menimbang oleh karena itu UU Sumber Daya Air dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945," katanya, Rabu (18/2). Selain membatalkan UU Sumber Daya Air, untuk mencegah terjadinya kekosongan pengaturan mengenai pemanfaatan sumber daya air, MK juga memerintahkan agar UU Nomor 11 Tahun 1974 diberlakukan kembali. Seperti diketahui, PP Muhammadiyah bersama dengan sejumlah tokoh masyarakat menggugat menggugat UU Sumber Daya Air. Pasal yang mereka uji salah satunya, nomor 9 ayat 1 yang berisi ketentuan bahwa hak guna usaha air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha dengan izin dari pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Mereka merasa UU tersebut membuka peluang privatisasi dan komersialisasi air. Bukan hanya itu saja, mereka khawatir pemberlakuan beberapa ketentuan yang terdapat dalam UU tersebut bisa menimbulkan konflik antara rakyat yang tidak memiliki kekuatan dengan sektor industri. Kuasa Hukum Muhammadiyah Ibnu Sina Chandranegara mengatakan, putusan MK tersebut telah memberikan langkah maju. Khususnya terhadap batasan tegas yang diberikan oleh MK terhadap penguasaan air, seperti; pengusahaan air tidak boleh mengganggu atau meniadakan hak rakyat atas air, negara harus memenuhi hak rakyat atas air, dan penguasaan air yang menguasai hajat hidup orang banyak harus diberikan pengusahannya ke BUMN atau BUMD. "Pengaturan yang ada saat ini belum baik makanya dengan rumusan batasan ini kami harap ke depan aturan pengusahaan air bisa diperketat," katanya.
Tak sesuai UUD, UU Sumber Daya Air dibatalkan MK
JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (KM) mengabulkan gugatan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Dalam pertimbangannya Hakim Konstitusi Aswanto mengatakan, UU Sumber Daya Air tidak menampakkan roh hak pengusahaan air oleh negara sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Padahal air adalah unsur penting dan mendasar bagi kehidupan masyarakat dan menguasai hajat hidup orang banyak. Selain itu akses terhadap air adalah bagian dari hak asasi manusia sehingga negara wajib menghormati, melindungi, dan memenuhinya. MK menilai UU Sumber Daya Air dan enam peraturan pemerintah yang disusun menjadi aturan pelaksana UU tersebut, salah satunya Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 Tentang Sistem Penyediaan Air Minum tidak memenuhi prinsip dasar pengelolaan sumber daya air, khususnya yang berkaitan dengan pembatasan pengelolaan air. "Menimbang oleh karena itu UU Sumber Daya Air dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945," katanya, Rabu (18/2). Selain membatalkan UU Sumber Daya Air, untuk mencegah terjadinya kekosongan pengaturan mengenai pemanfaatan sumber daya air, MK juga memerintahkan agar UU Nomor 11 Tahun 1974 diberlakukan kembali. Seperti diketahui, PP Muhammadiyah bersama dengan sejumlah tokoh masyarakat menggugat menggugat UU Sumber Daya Air. Pasal yang mereka uji salah satunya, nomor 9 ayat 1 yang berisi ketentuan bahwa hak guna usaha air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha dengan izin dari pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Mereka merasa UU tersebut membuka peluang privatisasi dan komersialisasi air. Bukan hanya itu saja, mereka khawatir pemberlakuan beberapa ketentuan yang terdapat dalam UU tersebut bisa menimbulkan konflik antara rakyat yang tidak memiliki kekuatan dengan sektor industri. Kuasa Hukum Muhammadiyah Ibnu Sina Chandranegara mengatakan, putusan MK tersebut telah memberikan langkah maju. Khususnya terhadap batasan tegas yang diberikan oleh MK terhadap penguasaan air, seperti; pengusahaan air tidak boleh mengganggu atau meniadakan hak rakyat atas air, negara harus memenuhi hak rakyat atas air, dan penguasaan air yang menguasai hajat hidup orang banyak harus diberikan pengusahannya ke BUMN atau BUMD. "Pengaturan yang ada saat ini belum baik makanya dengan rumusan batasan ini kami harap ke depan aturan pengusahaan air bisa diperketat," katanya.