Tak Temu Kesepakatan, Bailout Otomotif AS Terancam Gagal



WASHINGTON. Negosiasi Senat untuk bailout otomotif Amerika Serikat menemui jalan buntu. Ini berarti, General Motor Corp dan Chrysler LLC dapat dipastikan akan kehabisan dana tunai pada awal tahun depan.

“Selesai sudah. Saya takut melihat pergerakan indeks di Wall Street besok. Sepertinya itu bukan suatu pemandangan yang menyenangkan,” jelas Pimpinan Senat Mayoritas Harry Reid di Washington tadi malam waktu setempat.

Para anggota Senat memang sudah mulai melakukan voting di Gedung Putih untuk mengegolkan rencana bailout itu. Namun, Reid pesimis jumlah suara yang kurang 60 vote lagi itu bakal tercapai.


“Jutaan warga Amerika, tidak hanya produsen mobil, tapi juga distributor mobil, dealer mobil, dan orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan industri mobil, akan terkena dampak langsung. Ini akan menjadi natal yang paling buruk bagi warga AS atas hasil voting malam ini,” jelas Reid.

Komentar yang dikeluarkan Reid itu langsung membuat saham-saham Asia dan indeks berjangka AS terjun bebas. Pada pukul 12.33 waktu Tokyo, MSCI Asia Pacific Index anjlok 2,2% menjadi 86,13. Sementara kontrak berjangka Maret di Standard & Poor’s 500 Index tergelincir 3,4%.

Sementara itu, Connecticut Democrat Chistopher Dodd, yang membantu memimpin jalannya negosiasi mengatakan, hasil akhir dari isu yang tidak terselesaikan ini adalah permintaan Republik agar serikat pekerja otomotif menerima pemangkasan gaji mulai tahun depan dibanding nanti. Ini dilakukan agar senasib dengan pekerja otomotif AS yang bekerja untuk produsen mobil asing, seperti Toyota Motor Corp.

“Ini lebih buruk dari menyedihkan. Saya khawatir atas apa yang kita lakukan terhadap industri yang menjadi ikon ini. Di tengah krisis finansial yang buruk, kita malah memperburuk kondisi itu,” jelas Dodd.

Bob Corker dari Partai Republik bilang, “Saya rasa masih ada kesempatan membuat hal ini terjadi.”

Sebelumnya, Jurubicara Gedung Putih Dana Perino mengingatkan bahwa adanya kesepakatan kedua belah pihak sangat penting bagi perekonomian AS.

“Kami percaya, perekonomian yang sedang memburuk saat ini, tidak akan kuat menambah beban dengan bertambahnya jumlah pengangguran yang diperkirakan mencapai 1 juta orang,” kata Perino.

Editor: Didi Rhoseno Ardi