Tambah bintang untuk tangkap potensi Bali



Pesona Bali memang tak diragukan lagi. Mulai pemandangan alam, gunung, maupun pantai, kebudayaan dan kesenian, hingga keramahan masyarakatnya terus memikat turis untuk kembali berkunjung ke Bali.

Tak heran, pulau dewata masih jadi destinasi wisata favorit di Indonesia. Bukan hanya wisatawan lokal, daya pikat Bali makin kuat di mata turis asing.

Dinas Pariwisata Provinsi Bali mencatat, wisatawan mancanegara yang berlibur ke Bali selama Januari–April 2016 mencapai 1,4 juta orang. Jumlah ini melejit 16,77% dibanding periode yang sama di 2015 sebesar 1,2 juta orang.


Dalam lima tahun terakhir, kunjungan turis asing juga terus menunjukkan pertumbuhan. Kunjungan wisatawan lokal tentu jauh lebih tinggi.

Terus meningkatnya kunjungan wisatawan ke Bali jelas menarik para pelaku industri pariwisata. Khususnya, pelaku industri perhotelan.

Meski tingkat hunian (okupansi) hotel memperlihatkan penurunan, kondisi ini tak menghalangi perusahaan perhotelan terus ekspansi.

Santika Indonesia Hotels & Resorts, contohnya. Salah satu operator hotel terbesar di negara kita ini mengembangkan The Anvaya, resort di tepi Pantai Kuta. Resort bintang lima ini adalah pengembangan (rebuilding) dari Hotel Santika Premier Beach Resort Bali.

Jadi, dari hotel berbintang empat, Santika Indonesia mengerek kelasnya jadi resort bintang lima. Termasuk, mengubah namanya menjadi The Anvaya, yang berarti sebuah hubungan yang bisa menyatukan berbagai hal berbeda hingga bermakna signifikan.

Magnet wisata Bali jadi salah satu alasan pengembangan kawasan resort ini. “Kami mengembangkan The Anvaya karena Bali merupakan destinasi pariwisata utama di Indonesia,” kata Johanes Widjaja, Direktur Utama Santika Indonesia.

Di luar hotel seperti The Anvaya, Santika Indonesia yang berdiri sejak 22 Agustus 1981 mengoperasikan tiga vila butik mewah di Bali: The Samaya Ubud, The Samaya Seminyak, dan The Kayana. Ketiga vila ini dan The Anvaya masuk kategori The Royal Collection.

Santika Indonesia menggarap bisnis ini di Bali lantaran potensi pasarnya masih cukup besar. Resort dan vila membidik high end market. “Kalau untuk hotel bintang dua dan tiga, seperti Amaris Hotel dan Hotel Santika, persaingannya lebih ketat di Bali,” ujar Johanes.

Lokasi bagus

Meski persaingan di bisnis resort dan vila di Bali mulai ketat, Santika Indonesia optimistis The Royal Collection bisa menyedot pengunjung.

Salah satu keunggulannya adalah, ada di lokasi yang bagus. The Samaya berada di Ubud dan Seminyak, The Kayana di Seminyak, dan The Anvaya di Kuta.

Untuk The Anvaya, anak usaha Kompas Gramedia ini memilih Hotel Santika Premier Beach Resort Bali yang telah beroperasi sejak 1986 di Kuta sebagai lokasi lantaran letaknya yang strategis. Selain dekat dengan Bandara Ngurah Rai, hotel itu juga punya pantai pribadi alias private beach

“Hotel kami juga memiliki luas yang sangat memadai, yakni 3,7 hektare dan berada di keramaian Kuta yang banyak disukai oleh wisatawan,” ujar Johanes.

Tentu, sebagai pemain lama, Santika Indonesia jeli melihat perubahan dan mengendus peluang yang ada di kawasan itu. Johanes bilang, potensi untuk hotel berbintang lima di daerah Kuta masih cukup besar.

Sebab, kebanyakan hotel berbintang lima berada di kawasan Nusa Dua yang jauh bila turis ingin menikmati keramaian Bali yang tradisional. “Sementara di Kuta, tinggal keluar hotel, langsung dapat menikmati atmosfernya,” ungkap dia.

Kelebihan lain The Royal Collection adalah memiliki meeting room dan ballroom untuk meeting, incentive, convention, dan exhibition (MICE). Jadi, Santika Indonesia mengombinasikan resort dan MICE.

Selain wisatawan, Santika Indonesia mengincar pasar perusahaan yang kerap melakukan acara atau rapat di Bali. Dengan lokasi The Royal Collection yang strategis, ini bisa menarik pasar korporasi. “Kalau meeting di Nusa Dua, habis rapat mau keluar hotel jauh ke mana-mana,” ucap Johanes.

Tambah lagi, dengan mengganti kemasan sebagai sebuah resort berbintang lima, Santika Indonesia pun melakukan banyak perubahan.

Misalnya, The Anvaya punya kamar yang lebih luas dan mewah. Total, ada 495 kamar yang terbagi jadi tujuh kategori termasuk vila.

Bukan hanya fasilitas menginap yang lengkap, nyaman, dan mewah, The Royal Collection juga akan memanjakan mata para tamunya dengan keunikan arsitektur khas Bali.

The Anvaya, misalnya. Dekorasi resort ini merefleksikan kekayaan budaya dan sejarah Bali, mulai zaman Bali Aga, Hindu Bali, hingga jadi Bali modern seperti yang kita kenal saat ini.

Pengaruh Bali Aga yang juga dikenal sebagai Bali Mula atau masyarakat Bali asli, misalnya, akan terlihat pada gaya arsitektur dan dekorasi pada ballroom, dan 160 deluxe room.

Sedang Bali Hindu Dharma yang berkembang pada abad ke-15 atau setelah invasi Kerajaan Majapahit di Bali, contohnya, akan tercermin di bagian tengah The Anvaya, seperti 302 premiere rooms.

Yang terakhir, budaya Bali modern yang sarat karya seni para seniman Bali, ambil misal, bakal terlihat pada 10 vila mewah The Anvaya.

Untuk pengembangan resort dan berbagai fasilitas serta dekorasi baru ini, modal yang dikeluarkan Santika Indonesia pun cukup besar. Johanes mengungkapkan, dana untuk pengembangan The Avanya mencapai Rp 780 miliar.

Tambah karyawan

Selain merombak kamar-kamar untuk menginap dan berbagai fasilitasnya, untuk memberikan kenyamanan pada pengunjung, Santika Indonesia juga meningkatkan standar pelayanan The Avanya.

Dengan mempertahankan tagline Hospitality from The Heart dan Indonesian Home, The Anvaya akan memberikan pelayanan yang bercirikan budaya Indonesia sebagai diferensiasi hotel-hotel milik Santika Indonesia lain.

Sudah barang tentu, dengan penambahan jumlah kamar, Santika Indonesia juga memperbanyak jumlah karyawan The Anvaya.

“Jumlah karyawan bertambah karena jumlah kamar meningkat jadi 495 kamar dan ratio karyawan per kamar 1,1 untuk permulaan dan naik jadi 1,5 saat bisnis sudah baik dan stabil,” kata Johanes.

Santika Indonesia memang harus melakukan persiapan matang untuk resort bintang lima pertamanya. Sebab, resort yang akan mulai beroperasi pada September 2016 nanti ini bakal membidik pasar wisatawan mancanegara dan domestik pada segmen menengah atas, juga korporasi.

Untuk merasakan pengalaman menginap di kawasan resort itu, pengunjung harus merogoh kocek dalam atau berkisar Rp 2 juta hingga Rp 2,5 juta net semalam. Harga ini berlaku untuk tahun pertama.

Pada tahun pertama pula, Santika Indonesia yang kini mengoperasikan 95 hotel memasang target okupansi sekitar 60%–65%.

Untuk The Samaya, tarifnya lebih mahal, sekitar Rp 7,5 juta net per malam dan The Kayana Rp 3,5 juta net satu malam. “Pelayanannya lebih eksklusif, misalnya, tiap vila punya private pools,” kata Johanes.

Cuma, Johanes menambahkan, okupansi The Samaya dan The Kayana agak turun. Tingkat hunian kamar The Samaya menurun jadi sekitar 55%.

Sementara okupansi The Kayana lebih rendah lagi, berkisar 40%. “Khusus untuk vila, persaingannya meluas, ada Airbnb yang menawarkan privat villa dengan harga yang lebih murah. Itu memengaruhi,” ujarnya.

Untuk mendongkrak okupansi, Santika Indonesia rajin mengikuti pameran perjalanan di luar negeri. Mereka juga membenahi situs sehingga pelanggan bisa melakukan pemesanan atau booking kamar dengan semakin mudah.

Hanya, belum ada rencana untuk pengembangan resort seperti The Anvaya di lokasi lain. “Perlu lahan yang sangat luas dan biaya yang cukup tinggi,” tambah Johanes.

Persaingan resort dan vila di pulau dewata kian panas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: S.S. Kurniawan