Tambahan utang bukan solusi menambal penerimaan



JAKARTA. Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, pemerintah masih perlu berupaya keras lagi untuk meningkatkan penerimaan pajak sesuai target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017 yang dipatok sebesar Rp 1.472,7 triliun.

Sebab, realisasi penerimaan pajak hingga akhir Juli 2017 belum juga mencapai separuh target. Data Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menunjukkan, realisasinya hingga akhir bulan lalu hanya sebesar Rp 601,1 triliun atau 46,8% dari target dalam APBN-P 2017.

Meski realisasi itu tumbuh 12,4% year on year (YoY), realisasi penerimaan pajak belum mencapai separuhnya tersebut dikhawatirkan tak mencapai target dalam APBN-P 2017 atawa shortfall. Jika demikian, pilihannya hanya dua, yaitu memangkas kembali anggaran belanja atau menambah utang.


Namun demikian, "utang bukan solusi lagi, kita benahi dulu penerimaan ini," katanya kepada KONTAN, Kamis (10/8).

Josua mengatakan, penerimaan pemerintah saat ini masih tergantung pada komoditas. Sementara di kuartal kedua 2017, ekspor melambat dibanding kuartal pertama. Hal ini yang diduga Josua menjadi salah satu penyebab belum tingginya penerimaan pajak.

Ia juga mengatakan, pemerintah perlu melakukan pendekatan kepada wajib pajak dan meyakinkan wajib pajak bahwa ekonomi Indonesia masih sehat. Dengan begitu, tingkat kepercayaan wajib pajak terhadap pemerintah meningkat.

Caranya, dengan mempercepat penyerapan belanja, khususnya belanja modal. "Ini memberikan sinyal bagus ke pelaku usaha, bahwa ternyata pajak benar-benar direalisasikan. Belanja desa di daerah, salah satu cara menunjukkan bahwa memang benar-benar pajak dialokasikan untuk pos-pos produktif," tambah dia.

Jika penerimaan pajak benar-benar shortfall kata Josua, pemerintah harus kembali berhemat dengan menyortir belanja rutin. Namun ia tetap berharap belanja modal tidak banyak terpotong.

Jika terpaksa harus menambah utang, Josua merekomendasikan agar pemerintah melakukan penerbitan obligasi dibanding menarik utang dari lembaga internasional. Dengan catatan, manajemen utang harus kredibel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia