KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kegiatan Pertambangan Tambang Tanpa Izin (PETI) harus diberantas secara tuntas dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat, pemerintah pusat, pemerintah daerah dan juga kepolisian. Demikian benang merah diskusi dalam Webinar Solusi Kebersamaan E2S (SUKSE2S) dengan tema "Berantas Tuntas Pertambangan Tanpa Izin" yang digelar Kamis (28/7). Dalam acara tersebut, sejumlah pembicara dari berbagai kalangan, yakni Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia, Inspektur Tambang Ahli Madya Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral Ditjen Minerba Antonius Agung Setiawan, Kepala Unit 3/Subdit V Sumber Daya Alam Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Komisaris Polisi Eko Susanda, dan Pakar Hukum Pertambangan dari Universitas Tarumanegara Ahmad Redi, hadir untuk membagikan pandangannya soal fenomena PETI. Pemantik diskusinya ialah data temuan PETI yang diungkap oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum lama ini. Catatan saja, data tersebut menyebutkan bahwa fenomena PETI dijumpai di lebih dari 2.700 lokasi di Indonesia. Secara terperinci, jumlah tersebut terdiri atas PETI batubara di sekitar 96 lokasi dan PETI mineral di sekitar 2.645 lokasi.
Baca Juga: Pengamat: Pengawasan Minim Jadi Penyebab Tambang Ilegal Marak Di tengah lonjakan harga komoditas seperti sekarang, fenomena masih bisa jadi ancaman. Hendra Sinadia mengatakan, fenomena PETI biasanya marak ketika harga-harga komoditas tambang melonjak. Simpulan ini berdasarkan tren yang ia amati beberapa tahun terakhir. “Dengan peta kondisi yang terjadi saat ini, dikhawatirkan ini kegiatan PETI akan makin marak ke depannya,” ujar Hendra dalam acara diskusi (28/7). Lebih lanjut, Hendra menyebutkan bahwa kegiatan PETI tidak hanya merugikan bagi negara, tetapi juga merugikan pengusaha. Oleh karenanya, ia beraharap kegiatan PETI ini bisa diberantas. “Mungkin tidak ada salahnya diterbitkan kebijakan strategis, mungkin bisa berupa Kepres atau mungkin Perpres agar ini bisa ditindaklanjuti, atau bahkan kalau perlu di Kementerian ESDM ini dibentuk suatu Direktorat Jenderal Penegakan Hukum seperti yang ada di KLHK,” tutur Hendra. Ahmad Redi menilai, ada dua faktor yang menjadi pendorong terjadinya fenomena PETI, yakni faktor sosial dan hukum. Faktor sosial yang dimaksud di antaranya yakni adanya tradisi turun-temurun untuk melakukan kegiatan PETI pada masyarakat setempat, serta terdapatnya hubungan yang kurang harmonis antara pertambangan resmi atau berizin dan masyarakat setempat. Sementara itu, faktor penyebab PETI dari segi hukum menurut Ahmad di antaranya berupa ketidaktahuan masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pertambangan. Dengan sifatnya yang holistik dan memiliki dimensi sosial, Ahmad Redi menilai bahwa penanggulangan PETI tidak bisa dilakukan lewat penindakan hukum semata, tetapi juga perlu melibatkan pendekatan sosial. “Ada pendekatan penal dan non penal. Baik penal dan non penal tujuannya adalah kesejahteraan masyarakat. Untuk PETI ini juga saya kira pendekatan penal dan non penal saya kira harus berimbang,” ujarnya.
Baca Juga: Pelaku Usaha Dorong Penertiban Tambang Ilegal Komisaris Polisi Eko Susanda sependapat dengan Ahmad Redi. Menurutnya, penanggulangan PETI memang tidak bisa mengandalkan penindakan hukum semata. Eko mengatakan, Polri memiliki sumber daya yang sangat terbatas. Selain menangani perkara pertambangan, Polri juga harus menangani setidaknya 55 perkara perundangan. “Kalau semua perkara pertambangan ini harus dihadapkan pada penegakan hukum saja, pasti resource-nya kurang. Memang harus tetap ada penegakan hukum,” kata dia. Antonius Agung Setiawan memastikan, Kementerian ESDM tidak menutup mata terhadap merebaknya PETI. Menurutnya, ada sejumlah strategi dan upaya penanggulangan yang akan terus dilakukan oleh Kementerian ESDM. Beberapa di antaranya yakni melakukan penataan wilayah pertambangan dan regulasi guna mendukung pertambangan berbasis rakyat, meningkatkan peran PPNS dalam pembinaan terhadap pertambangan berbasis rakyat, pendataan dan pemantauan kegiatan PETI oleh inspektur tambang, hingga upaya formalisasi menjadi wilayah pertambangan rakyat dan IPR. Strategi lainnya, Kementerian ESDM juga bakal berupaya mengawal pengendalian peredaran dan penggunaan limbah B3, upaya penegakan hukum, identifikasi lokasi PETI dengan analisis dan penginderaan jauh.
Baca Juga: Kementerian ESDM Rilis 2.700 Lokasi Pertambangan Ilegal, Sumsel Paling Banyak Selain itu, pemerintah, kata Antonius, juga melakukan pemutusan rantai pasok bahan baku dan mata rantai penjualan hasil PETI melalui koordinasi bersama Polri dan Pemda. Penguatan pengawasan oleh PPNS berkoordinasi dengan Polri, dan Gakkum KLHK. “Tidak hanya itu, upaya penegakan hukum dilakukan dengan intervensi pemerintah melalui pemberlakuan syarat dokumen penjualan komoditas tambang serta peningkatan pengawasan pemasaran,” katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .