Tambang timah ilegal menjadi sentimen negatif saham TINS



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Timah Tbk (TINS) masih akan diterpa sentimen negatif, yakni penambangan timah ilegal yang dapat menggagu kinerjanya. Untuk itu perusahaan yang mempunyai kode saham TINS ini berupaya meningkatkan produksi.

Hal ini disebabkan oleh penangguhan produsen timah swasta oleh PT Indonesian Commodity and Derivanties Exchange (ICDX) sejak September 2018, yang mengakibatkan penurunan ekspor timah dari Indonesia.

Karenanya ICDX menangguhkan timah dari persediaan produsen timah swasta, terutama yang diverifikasi oleh PT Surveyor Indonesia. “Pemerintah juga berkomitmen untuk memberantas praktek-praktek illegal mining,” kata Muhammad Nafan Aji, Analis Binaartha Sekuritas kepada Kontan.co.id, Senin (25/2).


Oleh karena itu, ekspor timah dari Indonesia menurun dalam periode November-Desember 2018 sekitar 41,6% di tengah sentimen harga timah global yang naik menjadi US$ 20.950 per ton. Angka ini naik 9,7% pada periode yang sama.

Nafan menilai, komitmen TINS untuk meningkatkan kapasitas porduksi timah pada tahun ini baik. Karenanya dapat meningkatkan volume produksi hingga 36,4% yang mana positif bagi kinerja fundamental emiten tersebut.

Guna menjaga pertumbuhan dan ketahanan bisnis, tahun ini TINS berupaya untuk menambah cadangan timah. Selain meningkatkan cadangan pada izin usaha pertambangan di Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Riau.

Thomas Radityo, Analis Ciptadana Sekuritas mengatakan, upaya emiten ini untuk membuka pabrik baru dapat meningkatkan cadangan bijih timah. TINS diharapkan untuk membuka tambang terbuka baru di Bangka Belitung yang akan mulai beroperasi pada kuartal II tahun ini.

Selain itu, TINS akan mengoperasikan pabrik pengasapan mereka pada kuartal II tahun ini. Yang memungkinkan dapat mengubah sisa produksi timah yang tidak digunakan untuk dikonversi menjadi timah ingot. “Diharapkan menambah produksi sekitar 5.000 metrik ton per tahun dalam hasil produksi,” tutur Thomas dalam risetnya 12 Februari 2019.

Harga timah dalam London Metal Exchange (LME) untuk kontrak pengiriman tiga bulan terakhir sudah berada di level US$ 21.495 per ton. Nafan memprediksi harga timah dalam kontrak berjangka bisa mencapai US$ 22.000 per ton. Makanya bisa menjadi sentimen positif bagi TINS dalam rangka meningkatkan kinerja fundamental perusahaan.

Meskipun terdapat hambatan pada kuartal II 2018 yang mengakibatkan ekspor TINS terhenti selama dua bulan. Emiten ini rupanya telah membawa perusahaannya mempertahankan produksi pada kuartal IV 2018, menjadi sekitar 7.000 ton, dibanding ekspektasi sebelumnya sekitar 5.000 ton.

Ini membawa produksi timah sampai dengan akhir 2018 mencapai 33.400 ton naik 10,6% dibandingkan periode sama tahun lalu yang berarti sekitar 34.000 ton penjualan.

Nafan melihat pergerakkan harga saham TINS sudah sangat bullish. Sehingga ia merekomendasikan maintain buy dengan target price (TP) di level Rp 1.880 per saham sampai dengan akhir tahun. Sejalan, Thomas pun menyarankan beli saham TINS dengan TP Rp 1.550 per saham sampai akhir tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati