Tamsil Linrung akui terima uang dari Anggoro



JAKARTA. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tamsil Linrung merampungkan pemeriksaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama sekitar lima jam, terkait kasus dugaan korupsi dalam pengajuan anggaran proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) Kementerian Kehutanan. Tamsil kembali mengaku bahwa dirinya pernah Anggoro dan pernah menerima uang dari pemilik PT Masaro Radiokom tersebut. 

Meski dirinya tak mengetahui apakah uang tersebut ada kaitan dengan kasus SKRT, namun menurutnya, KPK memiliki data bahwa uang tersebut ada kaitannya dengan proyek SKRT yang diajukan. Tamsil juga bilang bahwa uang tersebut telah dikembalikannya ke KPK.

“Kami pernah mengembalikan dana ke KPK dan itu ditanyakan apakah dana dikembalikan itu termasuk dana SKRT. Saya tidak tahu persisnya, tapi rupanya KPK punya rinciannya, rupanya itu salah satunya itu dana SKRT,” kata Tamsil kepada wartawan di Kantor KPK, Jakarta, Senin (24/3). 


Ketika disinggung berapa jumlah uang dalam amplop yang diberikan Anggoro kepadanya, Tamsil mengaku tak tahu-menahu karena dirinya tas sempat membuka dan langsung mengembalikannya.Tidak hanya dikembalikan ke KPK, menurut Tamsil dirinya juga telah mengembalikan uang tersebut ke Anggoro.

Saat anggaran proyek SKRT diajukan ke DPR sekitar 2007, Tamsil duduk di Komisi IV yang bermitra dengan Kementerian Kehutanan. Terkait SKRT, Tamsil juga pernah diperiksa sebagai saksi dalam persidangan Yusuf Erwin Faishal, anggota DPR yang menjadi terdakwa kasus SKRT ketika itu. Saat bersaksi di persidangan, Tamsil mengaku sempat menerima uang berupa cek perjalanan dari Yusuf terkait alih fungsi hutan lindung di Tanjung Api-api. Namun, uang itu diakui Tamsil telah dikembalikan. Bukan hanya itu, Tamsil mengaku pernah disodori uang dalam amplop oleh Anggoro terkait SKRT. Namun, Tamsil juga mengaku telah menolak pemberian uang tersebut. Menurut Tamsil ketika itu, anggaran untuk SKRT sebenarnya sudah diusulkan agar dibatalkan di DPR.  Menyadari kemungkinan anggaran untuk proyek itu ditolak DPR, kata Tamsil, Anggoro mengajaknya bertemu. Pada pertemuan itu Anggoro menjelaskan bahwa SKRT merupakan program government to government. Menurut Anggoro, DPR tidak bisa memutuskan kerja sama itu karena merupakan bantuan loan dari Amerika Serikat. Pada Oktober 2007, Dewan pun menyetujui anggaran SKRT. Departemen Keuangan, kata Tamsil, meminta agar program itu diteruskan. Yusuf Erwin Faishal sendiri diduga menerima uang senilai Rp 125 juta serta 220.000 dollar AS dari Anggoro Wijaya dan David Angkowijaya. Menurut jaksa, uang tersebut sebagai imbalan atas jasanya membantu persetujuan anggaran pada program revitalisasi gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan