KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengelola Pasar Tanah Abang Blok A Hery Supriyatna mengatakan, pihaknya bersama pihak Pasar Jaya sebagai pengelolaan area pasar Tanah Abang secara keseluruhan sedang berkoordinasi mencari jalan keluar terkait sepinya pengunjung di pasar Tanah Abang. “Kami akan in touch dengan Pasar Jaya, karena kalau kami (pengelola Blok A) itu kan dari pihak swasta,” katanya saat ditemui Kontan.co.id, Jumat (23/9). Untuk diketahui khusus Tanah Blok A, Pasar Jaya menunjuk pengelola pihak ketiga yaitu berasal dari PT Cakrawala Tirta Buana.
“Lagi digodok sekarang, rencananya akan mengundang akademisi-akademisi, mungkin nanti akan lebih ke arah regulasi,” katanya.
Baca Juga: Kalah Saing dengan Selebritas di Pasar Online, Omzet Pedagang Tanah Abang Anjlok 60% Hingga kini, penjual di Pasar Tanah Abang dibagi jadi beberapa tempat. Ada yang berjualan di area Blok A, Blok B, Blok E, Blok F, dan Blok G. Kemudian di luar Blok, ada pula yang berjualan di sepanjang Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) dan Central Tanah Abang (CTA) yang baru dibuka. “Tapi kalau dari kita pengelola, tetap memaksimalkan tenant di bawah agar kondisi operasional gedung tetap berjalan dengan baik,” ungkapnya. Terkait isu penurunan omset pedagang-pedagang di Tanah Abang karena kalah bersaing dengan sosial e-commerce, Tiktok Shop. Hery mengatakan aplikasi online sebenarnya bisa dijadikan sebagai salah satu fasilitas pedagang menambah pendapatan. “Yang jadi masalah itu persaingan harga, terutama live shopping, ini kan harganya gila-gilaan mereka bisa harganya jauh banget (dari pasaran),” katanya. Ia menambahkan, jika kasusnya di Tanah Abang, mayoritas barang yang dijual adalah produk lokal. Rata-rata pedagang produksi sendiri, kemudian jual sendiri sebelum maraknya live shopping pun ungkap dia, sudah ada e-commerce, dimana pedagang juga banyak yang jualan di sana. “Kalau di sana, ya harganya masih kompetitif lah, kalau di platform yang tidak ada live shop ya. Tapi semenjak live shop harganya tidak masuk akal, masa handuk Rp 6.000, ada juga jual legging cuma 5.000,” jelasnya. “Ini kami lihat persaingan harga yang tidak sehat, ya ini seharusnya regulasi yang diatur pemerintah. Itu barang-barang Tiktok saya banyak dapat info kalau memang barangnya impor,” tambahnya. Yang membuat pedagang kalah dari segi penjualan tambah dia adalah live shopping banyak dilakukan di atas jam 18.00 - 23.00 WIB, sementara toko offline di Tanah Abang buka hanya sampai 16.30 WIB. “Yang mereka (pedagang) lakukan saat ini, selama jam operasional gedung, mereka juga melakukan live shop. Meski belum ada dampak yang signifikan yang dirasakan oleh pedagang,” ungkapnya. Khusus Blok A, Hery mengatakan jumlah kios atau toko yang buka rata-rata per-hari hampir 6.100 unit dengan total toko yang ada 7.800.
Baca Juga: Tuntutan ke Pemerintah untuk Tegas terhadap TikTok Shop Makin Nyaring “Dimana sisa toko yang tutup itu sejak awal blok A beroperasional, karena belum tersewa atau terjual karena lokasinya yang kurang strategis. Kalau saya bicara blok A, 85-86% itu beroperasi, sama seperti hari-hari normal,” jelasnya. Ia mengatakan pula, jika dibandingkan Blok A, Blok B lebih sepi pengunjung. Sedangkan Blok B, F dan G dikelola langsung oleh Pasar Jaya, tanpa adanya perantara pihak ketiga (swasta).
“Kalau saya lihat di blok B ada yang sepi, tapi itu memang sejak pandemi,” ungkapnya. Meski mengakui adanya penurunan, Hery optimistis masih banyak konsumen yang lebih nyaman belanja langsung ke toko ditengah gempuran digitalisasi atau pembelian secara online. “Tapi dari yang saya lihat di lapangan, pengunjung banyak yang lebih nyaman belanja offline karena mereka lebih merasa yakin dengan produknya. Karena banyak juga kejadian belanja online yang barangnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan,” tutupnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi