JAKARTA. Ada 15 nama anggota Komisi X DPR RI yang diduga disebut dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) investigatif tahap II dari BPK atas pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) Hambalang, yang diserahkan kepada DPR Jumat (23/8) pagi. Saat konferensi pers, baik Ketua BPK Hadi Poernomo, Ketua DPR Marzuki Alie maupun Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, tidak mau memberikan suara mengenai nama-nama yang disebutkan dalam LHP tersebut. Ketika ditemui usai melaksanakan ibadah salat Jumat, Priyo mengaku dirinya belum membaca salinan LHP. "Terus terang saya belum baca. Saya tidak mau berkomentar lebih jauh karena belum membaca. Baru sore nanti akan mendapat salinan tersebut," ujar Priyo, Jumat (23/8) siang, di Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta. Meski begitu, dari 15 nama yang diduga disebut, konfirmasi berhasil didapat dari inisial EHP atau Eko Hendro Purnomo, yang dikenal dengan nama panggung Eko 'Patrio'. Eko bilang, penandatanganan dokumen tidak berkaitan dengan Hambalang, melainkan P3SON. Yang ada dalam benak Eko dan rekan-rekannya di Komisi X adalah bagaimana meningkatkan mutu melalui sarana dan pra-sarana olahraga, yang dilakukan dengan memberi distribusi di anggaran ke pengurus-pengurus besar seperti pengurus besar karate dan pihak lain yang lebih membutuhkan. "Tiba-tiba mengarah kemari menjadi Hambalang," ujarnya kepada para wartawan, di kawasan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (23/8). Ia mengungkapkan keheranan sekaligus kelegaannya karena kasus Hambalang ini terbuka. "Dari tadinya peningkatan sarana dan pra-sarana olah raga menjadi tiba-tiba P3SON Hambalang tersebut. Ini yang buat saya harus disikapi oleh KPK," urai Eko. Tidak hanya itu, ia juga mengungkapkan kekecewaan dan apresiasinya. "Karena pada bilang proyek Hambalang, kami sangat keberatan sekali. Kalau bicara Jawa Barat yang membuat GOR seperti GBK di Gedebage, kita juga masih punya sekolah Ragunan, di Senayan. Kenapa harus bikin di Hambalang? Ini harus disikapi oleh KPK. Temuan ini harus diapresiasi, audit BPK ini," tuturnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Tandatangani Hambalang, ini jawaban Eko 'Patrio'
JAKARTA. Ada 15 nama anggota Komisi X DPR RI yang diduga disebut dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) investigatif tahap II dari BPK atas pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) Hambalang, yang diserahkan kepada DPR Jumat (23/8) pagi. Saat konferensi pers, baik Ketua BPK Hadi Poernomo, Ketua DPR Marzuki Alie maupun Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, tidak mau memberikan suara mengenai nama-nama yang disebutkan dalam LHP tersebut. Ketika ditemui usai melaksanakan ibadah salat Jumat, Priyo mengaku dirinya belum membaca salinan LHP. "Terus terang saya belum baca. Saya tidak mau berkomentar lebih jauh karena belum membaca. Baru sore nanti akan mendapat salinan tersebut," ujar Priyo, Jumat (23/8) siang, di Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta. Meski begitu, dari 15 nama yang diduga disebut, konfirmasi berhasil didapat dari inisial EHP atau Eko Hendro Purnomo, yang dikenal dengan nama panggung Eko 'Patrio'. Eko bilang, penandatanganan dokumen tidak berkaitan dengan Hambalang, melainkan P3SON. Yang ada dalam benak Eko dan rekan-rekannya di Komisi X adalah bagaimana meningkatkan mutu melalui sarana dan pra-sarana olahraga, yang dilakukan dengan memberi distribusi di anggaran ke pengurus-pengurus besar seperti pengurus besar karate dan pihak lain yang lebih membutuhkan. "Tiba-tiba mengarah kemari menjadi Hambalang," ujarnya kepada para wartawan, di kawasan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (23/8). Ia mengungkapkan keheranan sekaligus kelegaannya karena kasus Hambalang ini terbuka. "Dari tadinya peningkatan sarana dan pra-sarana olah raga menjadi tiba-tiba P3SON Hambalang tersebut. Ini yang buat saya harus disikapi oleh KPK," urai Eko. Tidak hanya itu, ia juga mengungkapkan kekecewaan dan apresiasinya. "Karena pada bilang proyek Hambalang, kami sangat keberatan sekali. Kalau bicara Jawa Barat yang membuat GOR seperti GBK di Gedebage, kita juga masih punya sekolah Ragunan, di Senayan. Kenapa harus bikin di Hambalang? Ini harus disikapi oleh KPK. Temuan ini harus diapresiasi, audit BPK ini," tuturnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News