KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Goldman Sachs mengatakan bahwa negara-negara Barat mungkin membutuhkan nilai investasi lebih dari US$ 25 miliar untuk menandingi pasokan logam dari China. Pernyataan itu diungkapkan menyusul pengetatan aturan ekspor yang dilakukan China terhadap beberapa jenis logam yang mana memicu kekhawatiran bahwa bahan-bahan tersebut akan susah didapatkan ke depannya. Melansir Reuters, Jumat (7/7), Eropa dan Amerika Serikat (AS) sedang berjuang untuk melepaskan diri dari ketergantungan bahan baku logam dari China. Adapun logam-logam dari China menyumbang 90% dari total logam murni global. Kekhawatiran mengenai pasokan logam meningkat pada minggu ini dipicu keputusan China untuk memberlakukan pembatasan ekspor pada dua jenis logam yang digunakan untuk pembuatan semikonduktor dan kendaraan listrik.
Baca Juga: Menimbang Untung Rugi Penerapan Hilirisasi Sumber Daya Alam di Indonesia Sementara itu, analis dari Goldman Sachs mencatat pasar untuk logam langka, seperti neodymium dan praseodymium (NdPr) yang digunakan untuk bahan magnet di berbagai sektor mulai dari transportasi listrik hingga pertahanan masih akan dipasok dengan baik dalam jangka menengah. Sebab, masih adanya peningkatan kuota pertambangan China yang diprediksi surplus hingga 2027. Menghasilkan lebih dari 70% NdPr dunia dan menyumbang lebih dari 90% segmen logam dan magnet, China meningkatkan produksinya menjadi sekitar 50.000 ton tahun ini dari sekitar 34.000 ton pada 2021, menurut data dari bank tersebut. Pasar menjadi surplus setelah China menaikkan kuota produksinya untuk semester pertama tahun 2023 sebesar 20%, yang mana diperkirakan akan memangkas harga NdPr.