Tanggapan industri tekstil terkait pembebasan tarif perdagangan Indonesia-Australia



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah sembilan tahun negosiasi, Indonesia dan Australia resmi meneken perjanjian perdagangan bebas Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) pada Senin (4/3).

Secara bertahap, perjanjian tersebut akan menghilangkan 100% pos tarif dari Australia atau barang Indonesia ke Australia dan 94% dari pos tarif Indonesia atau barang Australia ke Indonesia. Adapun penghapusan tarif tersebut mencakup beberapa sektor termasuk sektor tekstil.

Joy Citra Dewi, Corporate Secretary PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) yang merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang tekstil menyembut baik kebijakan tersebut karena dinilai akan meningkatkan kapasitas ekspor.


"Kita melihat upaya mendongkrak ekspor oleh pemerintah positif dengan langkah-langlah yang cukup konkrit. Hal ini kita harapkan bisa terus ditingkatkan," ujarnya saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (5/3).

Menurut Joy, selama ini ekspor ke Australia masih tergolong kecil, dimana 4% dari total keseluruhan ekspor SRIL berasal dari ekspor UAE, Afrika dan Australia. "Namun dengan adanya kebijakan baru ini, tentunya kami harapkan dapat meningkatkan kapasitas ekspor khusus ke Australia menjadi 15%-20%," ujarnya.

Hal tersebut diprediksi, lanjut Joy karena pasar Australia dipandang cukup potensial. "Potensi ekspor ke australia cukup baik ditambah secara geografi juga cukup strategis dengan Indonesia," tuturnya.

Sementara, PT Pan Brother Tbk yang juga merupakan perusahaan yang bergerak di bisnis tekstil juga menyambut positif kebijakan tersebut. "Tentu ini sangat positif. Ini akan menjadikan kita setara dimana semua brands akan menambah order ke Indonesia untuk tujuan Australia," Iswar Deni, Sekretaris Perusahaan PT Pan Brothers Tbk (PBRX).

Menurut Iswar, untuk pasar Australia, PBRX sendiri dipercaya Kathmandhu brand New Zealand untuk memasok produk sejak 3 tahun lalu. "Ini tentu akan menggembirakan kedua belah pihak dimana Ausitralia itu akan menyeimbangkan negara-negara utara yang musim dinginnnya berbeda yang tentu akan sangat menguntungkan kita," ujarnya.

Sementara ditanya soal kapasitas ekspor, sayangnya Iswar enggan buka-bukaan. "Australia kan marketnya tidak besar. Jadi masih dibawah US dan Eropa, namun dengan adanya kebijakan ini diharapkan ada pertumbuhan," tuturnya.

Sekedar informasi saja, kata Iswar TPT Indonesia ke Australia tahun 2018 lalu sekitar 306.4 juta dan tahun 2019 ini mungkin naik 20%- 30 % dan diharapkan bisa terus naik di setiap tahunnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .