JAKARTA. Setelah gelap satu tahun berjalan, kabinet kerja yang dipimpin Presiden Jokowi masih diwarnai rapor merah. Belakangan, santer terdengar kabar presiden akan melakukan reshuffle kabinet jilid II. Padahal pada Agustus lalu, pemerintahan Jokowi telah merombak kabinet ketika belum genap berumur setahun. Ada lima menteri yang diganti pada saat itu. Sejumlah pelaku pasar menanggapi beragam isu reshuffle jilid II ini. Sebagian menilai tak perlu ada perombakan lagi karena pasar sudah perlahan membaik paska reshuffle pertama.
Sementara yang lain menilai positif lantaran kinerja menteri-menteri selama setahun ini tidak optimal. Oleh karena itu, diperlukan orang-orang baru yang tegas dan berani mengambil kebijakan untuk menjalankan pemerintahan yang lebih baik ke depan. Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri mengatakan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah selama ini cukup membawa positif terhadap pasar. Dia melihat sudah mulai ada perbaikan di pasar terutama setelah perombakan kabinet yang pertama. "Apalagi setelah Darmin masuk menjadi menteri keuangan," ujar Hans. Oleh karena itu, Hans menyarankan pemerintah tak perlu terburu-buru melakukan reshuffle yang kedua. Menurutnya, menteri-menteri yang ada saat ini sebaiknya dibiarkan saja melanjutkan pekerjaannya. Dia menilai, tantangan pemerintah saat ini adalah penyerapan anggaran yang rendah. Namun, Hans menilai hal itu merupakan sesuatu hal yang lumrah terjadi pada tahun-tahun pertama pemerintahan. Adapun kementerian yang paling optimal menurutnya saat ini adalah kementerian keuangan dan perekonomian. Senada, David Nathanael, analis First Asia Capital menilai tak perlu ada reshuffle saat ini. Meskipun menurutnya kinerja pemerintah selama setahun ini masih kurang namun menteri-menteri yang ada sekarang sebaiknya dibiarkan saja bekerja. Jika dirombak terus, lanjut David, justru kinerja pemerintah makin tidak menentu. Pasalnya, dibutuhkan proses yang cukup untuk melihat hasil kinerja menteri-menteri yang ada. "Ini hasilnya belum terlihat sudah diganti lagi," ujarnya. Oleh karena itu, David menilai reshuffle jilid II dalam waktu dekat akan membawa dampak negatif bagi pasar apalagi jika menteri baru dicomot dari partai politik. Sementara menurut Hans, pasar tidak lagi sensitif terhadap isu politik. Jika menteri baru dipilih dari partai politik yang baru bergabung dengan pemerintah, dirinya tetap optimis IHSG akan bergerak positif hingga akhir tahun. Dia menilai, faktor pemberat saat ini adalah nilai tukar dan ketidakpastian kenaikan suku bungaThe Fed.
Sedangkan, Lanjar Nafi, analis Reliance Securitas menilai pemerintahan saat ini membutuhkan orang-orang baru yang tegas dan berani mengambil keputusan. Sebab pengamatannya, kinerja jajaran kabinet yang ada saat masih jauh dari cukup lantaran tidak ada keberanian dalam mengambil keputusan. Bahkan paket kebijakan pemerintah yang terakhir menurut Lanjar sangat terlambat karena baru dikeluarkan ketika Rupiah sudah hampir menyentuh level Rp 15.000. Sementara ketika rupiah mulai naik ke level 14.000, pemerintah tidak berani mengambil kebijakan. "Jadi reshuffle pertama belum cukup untuk mendorong ekonomi dan pasar ke arah yang positif," katanya. Hingga akhir tahun, Lanjar memperkirakan IHSG akan berada di level 4.840 dengan asumsi reshuffle berjalan dengan baik dan rupiah di level 13.800. Sementara, Hans dan David menargetkan di level 4.800. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto