JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menerbitkan beberapa aturan untuk merespons pencabutan dua pasal dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (15/12) lalu. Hal ini agar investor pengembang listrik swasta tetap tenang. Menteri ESDM Ignasius Jonan menyatakan, pihaknya sudah menyiapkan aturan merespons pencabutan dua pasal dalam UU Ketenagalistrikan itu. "Kami sedang siapkan, apa isinya belum bisa dijelaskan, tapi akan dikeluarkan," ungkap dia, kepada KONTAN, Selasa (20/12). Sementara, Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM Hufron Asrofi menjelaskan, Kementerian ESDM menghormati putusan MK tersebut. Menurutnya, putusan tersebut mengamanatkan agar kita senantiasa mendasarkan diri kepada UUD 1945.
Nah, terkait putusan MK tersebut, pemerintah atau Kementerian ESDM segera melihat lagi regulasi bidang kelistrikan agar selaras dengan amanat MK tersebut. UU Ketenagalistrikan sendiri saat ini mengatur kegiatan usaha ketenagalistrikan dengan tetap menghadirkan peran negara pada setiap segmen usaha. "Sewa jaringan, harga jual listrik dan tarif tenaga listrik, terdapat peran negara," tegas dia ke KONTAN. Namun Sujatmiko, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian ESDM, mengakui, pihaknya memang sedang menggodok beberapa aturan yang akan terbit merespons pencabutan itu. "Salah satu aturan yang akan dibuat adalah Peraturan Menteri tentang Pokok-Pokok Persetujuan Harga Jual Listrik (PPA)," ungkap dia, kepada KONTAN, Selasa (20/12). Ali Herman Ibrahim, Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) mengungkapkan, sejatinya APLSI tidak menyarankan membuat aturan baru. "Tetapi perlu menjelaskan posisi dan batas-batas ketegasan aturan usaha ketenagalistrikan. Batasan ketegasan unbundling dan kontrol negara," ungkap dia kepada KONTAN, Selasa (20/12). Dia juga bilang, dengan keputusan MK itu para pengembang swasta tetap dapat berpartisipasi dalam usaha ketenagalistrikan. "Investasi swasta sampai saat ini mau tidak mau masih sangat diperlukan," ungkap. Agar PLN tak arogan Sementara itu, Pengamat Ketenagalistrikan Fabby Tumiwa mengungkapkan, pemerintah memang harus membuat aturan untuk merespons adanya pencabutan dua pasal UU Ketenagalistrikan itu agar pengembang listrik swasta tidak panik dan tidak ada keraguan dalam investasi. "Menkum dan HAM atau Kementerian ESDM seharusnya membuat semacam surat, harus ada dari pemerintah yang merespons itu," ungkap dia kepada KONTAN, Senin (19/12). Pemerintah saat putusan MK itu terbit tidak bisa menjawab dengan tegas atas dampak dua pencabutan pasal itu. "Saya melihat memang tidak jelas pernyataan pemerintah," kata Fabby.
Menurutnya, keputusan pemerintah atau respons itu tidak membuat PT PLN arogan menjalankan bisnis. Bisa saja PLN bertindak mengatasnamakan pencabutan dua pasal UU Ketenagalistrikan itu. "PLN sudah bilang
private power utility akan terganggu. Tapi nyatanya mereka menyalurkan listrik tetap dari jaringan PLN, jadi negara tetap hadir melalui PLN," imbuh dia. Sebelumnya I Made Suprateka, Kepala Satuan Unit Komunikasi Korporat PLN, mengatakan, yang akan terganggu dari pencabutan dua pasal itu adalah aturan listrik pedesaan. Di program ini, swasta bisa membangun pembangkit, transmisi, sampai langsung menjual ke masyarakat. Kedua, bisnis yang akan terganggu dengan perubahan ini adalah pengembang pembangkit listrik tipe
power plant utility (PPU) bagi kawasan industri. "Jadi ini akan memiliki beragam dampak yang signifikan," ungkap Made. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Rizki Caturini