Berawal dari kuli bangunan, Tukijo mendapatkan kepercayaan menjadi chief executive officer
(CEO) bisnis properti PT Waskita Realty, anak usaha PT Waskita Karya Tbk. Dalam dua tahun, Tukijo mendongkrak laba Waskita Realty hingga 277% menjadi Rp 168 miliar. Apa kiat bisnis dan rencananya ke depan? Tukijo membeberkannya ke jurnalis KONTAN, Asnil Bambani. Saya mulai karier sebagai tukang bangunan sewaktu masih STM (SMK) di tanah kelahiran saya di Sukoharjo, Jawa Tengah. Saya bekerja jadi kuli bangunan sambil sekolah, selain itu saya juga menguasai tukang kayu. Setelah tamat sekolah, saya merantau ke Pontianak, Kalimantan Barat, ikut kakak. Di sana saya bekerja di konsultan bangunan dan saat itu mengawasi proyek Waskita Karya. Mungkin karena melihat potensi saya, Waskita Karya merekrut saya menjadi staf di sana. Ada 10 tahun lamanya saya bekerja di Waskita Karya di Pontianak. Sambil kerja, saya kuliah jurusan teknik.
Setelah 10 tahun, Waskita Karya menugaskan saya ke Jakarta tahun 1992. Saat itu saya kaget karena saya berangkat dari daerah, dengan pengalaman sedikit. Di Jakarta saya ditugaskan menggarap proyek modern, gedung tinggi yang selama ini tidak pernah saya garap. Selama tiga bulan saya mempersiapkan diri dan belajar bahasa Inggris. Di Jakarta saya menggarap proyek Hotel Shangri La dan BNI 46 di sebelahnya. Saat itu, saya menjabat pelaksana tugas (Plt) kepala seksi. Saat krisis 1998 banyak proyek terhenti, dan saya memanfaatkan waktu kuliah dan mengambil S-2. Setelah itu saya ditugaskan ke daerah, menggarap stadion di Karimun dan pusat belanja Sun Plaza di Medan. Sempat ditarik ke Jakarta, untuk garap proyek Mall of Indonesia kemudian kembali ke Medan membikin Bandara Kualanamu. Setelah itu, saya dipromosikan menjadi manajer kemudian kepala divisi, hingga pensiun di 2016. Usai pensiun saya dipercaya memimpin Waskita Realty, anak usaha Waskita Karya. Perusahaan ini berbeda dengan pengalaman saya di bidang rancang bangunan. Waskita Realty menggeluti bisnis properti, mulai dari beli lahan, bangun sampai menjualnya. Belajar tak kenal usia Menjadi Presiden Direktur Waskita Realty menjadi tantangan baru bagi saya yang minim pengalaman properti. Meski sudah usia pensiun, saya harus belajar dan saya kursus properti di Panangian dan di Jogja. Saya berusaha belajar properti itu dari A sampai Z. Setelah belajar tiga bulan menyusun
grand design bisnis Waskita Realty. Saya melakukan banyak perubahan termasuk perubahan mendasar di perusahaan. Pertama, saya melakukan reorganisasi. Saya merekrut anak muda sebagai supervisor dan merekrut dua direktur baru dari sebelumnya hanya tiga direktur. Saya memberi kesempatan yang muda, dan hasilnya memuaskan. Laba 2018 naik 277% jadi Rp 168,4 miliar, dari laba tahun saya masuk 2016 Rp 44,4 miliar. Terobosan yang saya lakukan menyesuaikan kebutuhan organisasi dengan kondisi saat ini. Saya memisahkan
marketing dengan pengembangan dan menjadi satu direktorat masing-masing. Dengan demikian,
marketing bisa fokus, begitu juga dengan pengembangan. Saya juga mengubah suasana kerja perusahaan senyaman mungkin untuk karyawan. Jika dulu kantor mirip ruang kontraktor, sekarang sudah milenial dan nyaman. Saya menawarkan potensi strategi untuk internal dan saya tidak merekrut
expert karena bisa menimbulkan kecemburuan sosial. Saya punya pesan untuk bertanggung jawab dalam bekerja. Ini sulit tetapi inilah yang saya terapkan. Bertanggung jawab bukan hanya omongan tapi dilakukan sehari-hari. Saya sudah praktikkan dan hasilnya seperti ini, saya mendapat kepercayaan memimpin perusahaan. Setelah 160 karyawan saya nyaman, barulah saya bikin target dan rencana bisnis. Lima tahun ke depan, kami punya tiga rencana bisnis.
Pertama bisnis
aero city di bandara.
Kedua, bisnis
transit oriented development (TOD) di sepanjang tol dan jalur kereta api.
Ketiga, segmen bisnis apartemen dan
office.
Keempat, proyek perumahan termasuk perubahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) Kami ingin pendapatan nanti bisa menyebar dan tak lagi dominan dari apartemen dengan porsi 70%. Makanya kami mempersiapkan proyek lima tahun ke depan dengan target bisa menyetor 25% dari total laba induk PT Waskita Karya Tbk. Proyek terbesar kami nanti ada di Bekasi, yaitu kota mandiri seluas 650 Ha. Saat ini, kami sudah kuasai 350 Ha dengan target pendapatan Rp 30 triliun. Proyek ini kami mulai 2022. Pendanaan mengandalkan kas internal, menerbitkan medium term note (MTN) dan pinjaman bank. Kami berharap, dalam lima tahun ke depan kami ingin ada dua atau tiga kota mandiri yang kami garap. Mengayuh sepeda, melintas di 20 negara Hidup sehat dengan berolahraga sudah menjadi santapan keseharian dari Tukijo, Presiden Direktur PT Waskita Realty, anak usaha PT Waskita Karya Tbk. Di sela-sela kesibukan bekerja di bisnis konstruksi, pria yang berusia 58 tahun itu tetap menjaga kesehatan dengan cara rutin berolahraga. Nah, olahraga yang dicintainya itu adalah bersepeda, yang bisa dilakukan di mana saja. Tak hanya dijadikan ajang olahraga, gowes bagi Tukijo juga menjadi aktivitas untuk bersosialisasi dengan karyawan maupun dengan kolega dan sahabatnya. Tukijo memiliki beberapa klub sepeda di kantornya, salah satunya adalah WSKT Cycling Club. Melalui klub bersepeda itulah, Tukijo saling bercerita dengan sejawatnya sambil turing mengikuti pedal yang memutar roda. Selain sehat juga ini menjadi hobi, kata Tukijo saat ditemui di kantor barunya di Waskita Rajawali Tower di Jalan MT Haryono, Jakarta. Kecintaannya dengan sepeda setidaknya terlihat dari desain kantor Waskita Realty yang baru dihuni selama dua pekan itu. Jika di kantor lain pada umumnya jumlah parkir sepeda bisa terbilang dengan jari saja, di kantor Waskita Realty itu justru terdapat puluhan parkir sepeda yang dibikin secara modern, bertingkat desain yang rapi dan menarik. Itu bagian dari kecintaan terhadap bersepeda, kata pria kakek dari seorang cucu itu. Karena hobi itulah, Tukijo juga mengoleksi sejumlah sepeda. Koleksinya mulai dari sepeda jenis
roadbike, mountain bike (MTB)hingga sepeda lipat yang bisa dibawa-bawa ke manapun ia pergi saat liburan atau kerja. Lantas, ke mana saja Tukijo mengayuh kakinya? Rupanya, Tukijo telah berpetualang ke mana-mana, ia terhitung telah bertandang dan gowes di 20 negara di dunia. "Sudah bisa dibilang keliling dunia kan?" katanya tersenyum.
Jika saat muda, Tukijo senang menggowes sepeda jenis
roadbike, belakangan pria berambut putih tersebut lebih menyenangi sepeda lipat yang bisa dilipat dan masuk koper. Dengan demikian, keunggulan sepeda lipat bisa dibawa-bawa ke manapun Tukijo pergi. Cukup masuk bagasi pesawat, sepeda lipat setia menemani Tukijo saat perjalanan dinas di luar kota atau bahkan ke luar negeri. Biasanya, Tukijo menyempatkan diri bersepeda saat subuh selama dua jam sebelum beraktivitas, sejauh 40 kilometer. "Hampir seluruh provinsi di Indonesia juga sudah saya lewati dengan sepeda," jelas Tukijo yang kini memiliki delapan sepeda di rumahnya. Bagi Tukijo, bersepeda memiliki filosofi kerja keras yang bisa membawa sampai ke tujuan. Ketika mengayuh saat berada di tanjakan, itu bagaikan mengurus bisnis saat dilanda banyak cobaan dan tantangan. Jika sampai sepeda sampai turunan, saatnya meraup keuntungan.♦ Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Adi