Tangkal Defisit Kembar, Pemerintah Akan Tuntaskan Tiga Perjanjian Dagang Baru



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terus melakukan upaya untuk menangkal potensi defisit kembar (twin deficit) atau defisit neraca transaksi berjalan dan defisit neraca fiskal.

Salah satu upayanya adalah dengan menargetkan tiga perjanjian dagang bebas yang direncanakan akan rampung pada tahun ini.

Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian Edi Prio Pambudi ancaman defisit kembar sebetulnya permasalahannya bukan berasal dari dalam negeri, melainkan masalah dari eksternal.


"Masalahnya bukan di internal, masalahnya karena tekanan eksternal. Semua mata uang di dunia sedang melemah karena kebijakan di Amerika Serikat," ujar Edi di Jakarta, Kamis (30/5).

Oleh karena itu, pihaknya akan terus memperluas mitra dagang dengan semua negara melalui politik luar negeri Indonesia, yakni bebas-aktif.  Artinya, mitra dagang yang dipilih pemerintah sudah memahami bahwa Indonesia merupakan negara yang tidak berpihak alias non-blok.

"Kalau misalnya kita akan menjajaki Rusia, China atau negara lain semua sudah terukur mereka sudah paham bahwa Indonesia itu adalah negara non alignment (tidak berpihak)," katanya.

Baca Juga: Neraca Jasa Indonesia Alami Defisit pada Awal Tahun, Begini Efeknya Terhadap Rupiah

Edi menyebut, unsur yang penting dalam perluasan mitra dagang Internasional adalah kerjasama yang saling menguntungkan. Kemudian, pemerintah juga akan memilih negara yang lebih aktraktif dari mitra saat ini.

"Jadi kita tetap yakin bahwa dengan nanti memperluas perdagangan mencari pasar yang lebih atraktif kita akan bisa mendorong perdagangan," terang Edi.

Menurutnya, pemerintah berencana akan menyelesaikan tiga perjanjian dagang bebas pada tahun ini.

Ketiga perjanjian tersebut adalah Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA), Perjanjian Perdagangan antara Indonesia dan Uni Ekonomi Eurasia (Eurasian Economic Union/EAEU) serta Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP).

Edi bilang, perundingan IEU-CEPA diharapkan bisa selesai pada perundingan putaran ke-19 pada Juli 2024 mendatang. 

Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus US$ 3,56 miliar pada April 2024. Hanya saja, surplus ini menurun US$ 1,02 miliar dibandingkan bulan sebelumnya.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal memperkirakan neraca transaksi berjalan akan mengalami defisit. Hal ini terlihat dari struktur neraca transaksi berjalan Indonesia yang banyak berubah. Seperti perdagangan barang yang mengalami surplus namun pada perdagangan jasa dan necara pendapatan primer mengalami defisit.

Menurutnya, neraca perdagangan barang mengalami surplus lantaran adanya booming harga komoditas sehingga mendorong ekspor Indonesia. Namun dengan kondisi harga komoditas yang mulai menurun sejak 2023, maka surplus neraca perdagangan diperkirakan akan menyempit.

"Kalau neraca perdagangan menyempit karena strukturnya seperti tadi, transaksi berjalan juga akan kembali defisit dari yang tadinya surplus," kata Faisal kepada Kontan.co.id, Kamis (30/5).

Faisal juga mengatakan, upaya pemerintah yang terus mempererat perdagangan dengan banyak negara juga belum bisa memperbaiki surplus necara transaksi berjalan Indonesia.

"Terus terang selama ini dari hasil evaluasi atau melihat dari data kerjasama perdagangan-perdagangan yang sudah ada ini cenderungnya memang bukan mendorong surplus, bahkan cenderung defisit. Ini terjadi di banyak kasus, terutama yang paling besar adalah China," katanya.

Memang, Faisal mengakui bahwa kinerja ekspor Indonesia akan cenderung meningkat dengan adanya perjanjian perdagangan bebas alias free trade agreement (FTA). Namun, kondisi tersebut juga akan membuat impor Indonesia melonjak lebih tinggi.

"Jadi artinya tidak mengobati defisit transaksi berjalan, bahkan justru memperparah," terang Faisal.

Hal ini dikarenakan, biasanya negara-negara mitra akan menyasar ke pasar dalam negeri yang lebih mudah dipenetrasi seperti tarif yang rendah sehingga barang-barang dari luar negeri akan mudah masuk ke pasar domestik.

"Sehingga itu terjadi maka peningkatan ekspornya tidak setara dengan peningkatan impornya yang lebih besar, sehingga justru mendorong ke defisit. Artinya, transaksi berjalan itu juga bukan malah diobati, malah menjadi lebih besar," imbuhnya.

Asal tahu saja, perekonomian yang mengalami defisit fiskal dan defisit transaksi berjalan sering disebut sebagai “defisit kembar”. Artinya, pendapatan pemerintah lebih rendah dibandingkan pengeluaran pemerintah dan harga impor suatu negara lebih besar dibandingkan pendapatan ekspornya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat