Tangkal The Fed, BRICS patungan US$ 100 Miliar



ST PETERSBURG. Pertemuan para pemimpin negara-negara kelompok 20 (G-20) di Rusia semakin memanas. Setiap pemimpin negara mendesak Amerika Serikat (AS) agar tidak memperburuk gejolak ekonomi global. Ada dua hal yang disoroti para pemimpin G-20. Pertama, keputusan AS memperketat stimulus ekonomi. Kedua, rencana AS menyerang Suriah. Para pemimpin negara G-20 menilai dua hal tersebut bakal semakin memperkeruh gejolak ekonomi dunia.

Hingga Jumat (6/9) atau hari terakhir pertemuan G-20, AS tak terusik oleh desakan pemimpin G-20. "Risiko baru telah muncul dalam beberapa bulan terakhir di emerging market. Kebijakan partner kita, Amerika, tentu berdampak terhadap risiko ekonomi global," ujar Presiden Rusia, Vladimir Putin, seperti dikutip Bloomberg, Jumat (6/9).

Melihat gelagat AS yang seakan ngotot tetap memperketat stimulus, pemimpin negara-negara berkembang sepakat membentuk dana patungan. Pesertanya yakni Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS). Mereka bersama-sama mengumpulkan dana darurat US$ 100 miliar.


Dana darurat ini berfungsi sebagai dana cadangan untuk menahan guncangan di pasar finansial BRICS akibat penarikan dana stimulus oleh bank sentral AS (The Fed). Pemimpin BRICS menilai bakal menderita akibat penarikan stimulus tersebut. Demi menangkal efek pengetatan stimulus The Fed, BRICS juga setuju menempatkan dana segar US$ 50 miliar sebagai modal untuk membangun bank pembangunan BRICS. Dana bank ini akan digunakan untuk membantu proyek-proyek infrastruktur di negara-negara anggota BRICS.

Serangan Suriah memperburuk 

Rencana serangan militer AS terhadap Suriah juga menambah volatilitas ekonomi BRICS. "Setiap destabilisasi politik, eskalasi ketegangan politik selalu mempengaruhi mentalitas investor. Investor selalu takut perang," ujar Andrey Kostin, Ketua VTB Group, bank BUMN terbesar kedua di Rusia.

Michael Wittner, Kepala Riset Komoditas Societe Generale mengatakan, harga minyak Brent bisa melonjak ke level US$ 120-US$ 125 per barel jika AS melancarkan serangan militer ke Suriah.Bahkan, Capital Economics Ltd memperkirakan, dalam skenario terburuk, harga minyak bisa melompat ke US$ 150 per barel.

Jika harga minyak melesat, berpotensi mengurangi 1% pertumbuhan ekonomi global. Presiden AS, Barack Obama mengatakan, jika batal melakukan invasi, militer AS bakal mundur secara bertahap dari Suriah. Di sisi lain, Kanselir Jerman, Angela Merkel mendesak bank sentral global mengerem pertumbuhan kredit demi menahan gejolak pasar. "Peran G-20 seharusnya sangat penting karena para pemimpin negara dapat berkomunikasi tentang rencana mengantisipasi efek pengetatan stimulus The Fed," ujar Menteri Keuangan Indonesia, Chatib Basri. 

Editor: Dessy Rosalina