Tanpa pengendalian impor, industri baja akan terpukul



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah pelaku industri besi dan baja hilir nasional merasa khawatir terhadap masuknya produk impor. Kondisi ini seiring dengan terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Besi dan Baja. Aturan tersebut merupakan hasil dari revisi dari Permendag Nomor 82 Tahun 2016.

Dalam aturan baru tersebut, pertimbangan teknis dari Kementerian Perindustrian, tidak ada lagi. Apabila dalam pengajuan perizinan impor oleh importir umum tidak dikendalikan, importasi produk jadi dari besi dan baja akan melimpah dan mengancam industri dalam negeri.

Data dari South East Asia Iron and Steel Institute (Seaisi) mencatat, hingga kuartal I-2018 ekspor baja dari Cina ke Indonesia sebanyak 250.783 metrik ton (mt). Naik hingga 59% dari periode sama tahun lalu sebesar 157.528 mt. Sementara itu ekspor ke negara ASEAN lain justru menurun.


Direktur PT Krakatau Steel Tbk, Purwono Widodo sudah menyampaikan keluhan ke pemerintah. Mengingat Indonesia adalah satu-satunya negara di kawasan ASEAN yang memberikan kemudahan impor baja. "Sudah nyata dampaknya seperti dengan meningkatnya impor baja Cina ke Indonesia. Sementara ke negara ASEAN lainnya turun," kata Purwono kepada KONTAN, Senin (2/7).

Purwono menjelaskan sumber berasal dari regulasi Permendag 22 tahun 2018 yang mendorong konsumen untuk melakukan impor. Dari data internal Krakatau Steel menunjukkan impor dari Cina mayoritas adalah baja paduan dengan harga yang murah.

Purwono mengharapkan impor baja bisa dikendalikan. Menurutnya tanpa pengendalian impor baja, industri baja lokal akan sangat terpukul. "Jadi sudah sangat mendesak untuk pemerintah turun tangan," kata Purwono.

Sisi lain, Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia, Hidayat Triseputro menjelaskan aturan Permendag 22 tahun 2018 sudah memicu impor mudah masuk. "Faktanya import melonjak dibanding kuartal I-2018 ini. Melonjak sampai 59% dibanding kuartal I-2017," kata Hidayat kepada KONTAN, Senin (2/7).

Hidayat mengharapkan mekanisme aturan harus diperjelas. Pihak asosiasi menyerahkan kepada pembuat kebijakan agar bisa memperhatikan masalah ini. "Asosiasi siap mendukung bila diperlukan," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .