Tantangan Berat Industri Reksadana



JAKARTA. Meski ceruk pasar reksadana masih terbuka lebar, tahun depan para MI tetap harus menghadapi tantangan yang tidak enteng. "Yang paling berat adalah meyakinkan nasabah," kata Direktur Batavia Andreas Raharjo.

Dia bercerita, para MI punya pekerjaan rumah yang berat yakni meyakinkan investor bahwa saat ini adalah waktunya membeli. Alasannya, banderol obligasi dan saham yang sudah kelewat murah dan semestinya tidak begitu saja disia-siakan.

Sementara itu, Wawan Hendrayana, analis Invofesta Utama dan Direktur Bahana TCW Investment Management Edward Lubis memilih menyoroti persaingan reksadana dengan instrumen investasi yang konservatif seperti deposito. Menurut mereka, dengan BI rate yang masih lumayan tinggi, bunga deposito masih akan memikat hati investor.


Pada saat bersamaan, MI juga berhadapan dengan kewajiban mengelola duit investor secara hati-hati agar tak kejeblos. "Kami harus melakukan pengelolaan dana yang aman dan mampu melindungi kepentingan investor," cetus Wawan.

Persoalan besar lain yang bakal menyergap reksadana adalah penerapan pajak. Kabarnya, pajak ini mulai berlaku 1 Januari 2009. Jika pajak atas obligasi di reksadana ini jadi berlaku, ini akan menjadi hantu yang menakutkan bagi para MI. Sebab, banyak produk yang bakal terlibas. Maklum, saat ini terdapat empat jenis reksadana yang memanfaatkan obligasi sebagai underlying asset, yakni reksadana pendapatan tetap, terproteksi, reksadana campuran, dan reksadana pasar uang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie