JAKARTA. Tantangan dalam bidang digital forensik semakin besar. Ini sejalan dengan kemampuan komputer dan semakin luasnya pemanfaatan komputer dalam berbagai aspek kehidupan manusia, maka mulailah muncul sejumlah dampak negatifnya, antara lain adalah penggunaan komputer untuk aktivitas kriminal. Kepala Pusat Studi Forensika Digital, Fakultas Teknik Informatika, Universitas Islam Indonesia (UII) Yudi Prayudi mengatakan, tools dan produk untuk aktivitas digital forensik umumnya masih sangat bergantung pada vendor di luar negeri. Hanya kalangan terbatas saja yang memilikinya serta menguasainya. Untuk itu, selain memanfaatkan tools dan produk yang berbasis pada open source, maka ketersediaan tools dan produk buatan dalam negeri adalah merupakan salah satu tantangan ke depan. "Dari aspek sosialisasi, pemahaman antara praktisi digital forensik dengan praktisi penegak hukum juga masih menjadi gap tersendiri," katanya. Yudi menjelaskan, para praktisi juga harus lebih mendalami dan memahami seluk beluk hukum acara di Indonesia agar dalam menjalankan aktivitas digital forensiknya bisa benar-benar berkontribusi bagi ketersediaan fakta dan data yang fair di depan hukum. Sementara itu, praktisi hukum juga harus mau belajar lebih lanjut tentang karakteristik khusus dari penanganan cybercrime dan bukti digital yang mungkin berbeda dengan pemahaham umum yang pernah dipelajarinya di perkuliahan studi hukum.
Tantangan bidang digital forensik di Indonesia
JAKARTA. Tantangan dalam bidang digital forensik semakin besar. Ini sejalan dengan kemampuan komputer dan semakin luasnya pemanfaatan komputer dalam berbagai aspek kehidupan manusia, maka mulailah muncul sejumlah dampak negatifnya, antara lain adalah penggunaan komputer untuk aktivitas kriminal. Kepala Pusat Studi Forensika Digital, Fakultas Teknik Informatika, Universitas Islam Indonesia (UII) Yudi Prayudi mengatakan, tools dan produk untuk aktivitas digital forensik umumnya masih sangat bergantung pada vendor di luar negeri. Hanya kalangan terbatas saja yang memilikinya serta menguasainya. Untuk itu, selain memanfaatkan tools dan produk yang berbasis pada open source, maka ketersediaan tools dan produk buatan dalam negeri adalah merupakan salah satu tantangan ke depan. "Dari aspek sosialisasi, pemahaman antara praktisi digital forensik dengan praktisi penegak hukum juga masih menjadi gap tersendiri," katanya. Yudi menjelaskan, para praktisi juga harus lebih mendalami dan memahami seluk beluk hukum acara di Indonesia agar dalam menjalankan aktivitas digital forensiknya bisa benar-benar berkontribusi bagi ketersediaan fakta dan data yang fair di depan hukum. Sementara itu, praktisi hukum juga harus mau belajar lebih lanjut tentang karakteristik khusus dari penanganan cybercrime dan bukti digital yang mungkin berbeda dengan pemahaham umum yang pernah dipelajarinya di perkuliahan studi hukum.