Tantangan dinilai masih berat, ini rekomendasi analis untuk saham BBNI



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) mengalami pukulan pada kuartal III-2020 kemarin. Bahkan, diperkirakan kinerja BBNI berpotensi kembali memburuk pada sisa akhir tahun ini.

BBNI sendiri membukukan kinerja yang kurang apik baik dari sisi top line maupun bottom line. Pada kuartal III-2020, BBNI mengantongi pendapatan sebesar Rp 13,87 triliun atau turun 7,5% secara year on year. Jika diakumulasikan sepanjang tahun ini, hingga 9M20, BBNI sudah mengantongi pendapatan Rp 42,03 triliun atau turun 3,6% secara yoy.

Dari sisi bottom line, BBNI pada kuartal III-2020 bahkan membukukan kerugian hingga Rp 136 miliar. Dengan demikian, hingga kuartal III 2020, BBNI telah membukukan laba bersih sebesar Rp 4,32 triliun atau turun 63,9% dibanding periode yang sama tahun lalu.


Baca Juga: Bank Bukopin (BBKP) tengah menyiapkan transformasi total

Analis Sucor Sekuritas Edward Lowis dalam risetnya pada 09 November mengatakan, penurunan ini sejalan dengan manajemen baru yang mengambil langkah lebih agresif dalam biaya provision. Bahkan, biaya kredit bulanan menyentuh level tertingginya pada September lalu dengan berada di level 6%, lebih tinggi dari periode kuartal II-2020.

“Dengan kinerja tersebut, BBNI hingga 9M20 telah mencatatkan laba bersih hingga Rp 4,3 triliun, atau turun 63,9% secara year on year (yoy). Walaupun sebenarnya jumlah tersebut sudah memenuhi 117% dari estimasi kami tahun ini, kami melihat hal itu masih sejalan dengan proyeksi kami karena kami perkirakan kerugian BBNI akan melebar pada kuartal IV-2020 seiring manajemen yang masih akan agresif dalam biaya provision,” tulis Edward.

Pada balance sheet, pinjaman BBNI masih relatif tumbuh kuat, yakni 4,2% yoy, yang berhasil mengalahkan peers. Edward menilai hal ini disebabkan pinjaman dari perusahaan dan segmen kecil berhasil tumbuh masing-masing 10,4% dan 8,4% yoy, walaupun dari segmen menengah kontraksi 9,6% yoy.

Analis Mirae Asset Sekuritas Lee Young Jun menerangkan, sentimen pemangkasan dan tren rendahnya suku bunga ke depan juga tidak akan memberi dampak yang signifikan terhadap kinerja BBNI. Menurutnya, saat ini yang terpenting adalah kondisi quality asset sebuah perbankan. “Sayangnya, untuk saat ini kondisi asset quality BBNI relatif cukup buruk,” kata Lee kepada Kontan.co.id, Senin (30/11).

Hal ini dapat terlihat dari non-performing loan (NPL) milik BBNI yang kembali naik ke 3,6% pada kuartal III 20 dan LAR ratio (termasuk pinjaman yang berhubungan dengan Covid-19) juga naik menjadi 28,7%.

Baca Juga: Laba Humpuss Intermoda Transportasi (HITS) tertekan 6,57% di kuartal III 2020

Berbeda dengan Lee, analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Ardiastama justru melihat tren suku bunga rendah berpotensi menjadi katalis positif untuk menopang kinerja BBNI ke depan. Menurutnya, BBNI bisa memanfaatkan momentum tersebut untuk pertumbuhan kredit baik di sisa akhir tahun maupun awal kuartal 2021.

“Kami melihat komitmen dari Bank Sentral saat ini cukup kuat untuk mendukung perbaikan dari kinerja perbankan. Rendahnya suku bunga diharapkan dapat menopang pertumbuhan dari daya beli masyarakat dimana ekspansi dari riil sektor diharapkan dapat terjadi pada tahun depan,” jelas Okie.

Sementara Lee melihat prospek BBNI ke depan cenderung netral dan cukup bergantung pada keadaan ekonomi pada tahun depan. Menurutnya, dari sisi kinerja, BBNI tidak terlalu buruk, namun juga tidak lebih baik jika dibandingkan dengan peers. Tapi ia tetap melihat peluang credit cost dan NPL milik BBNI akan mengalami penurunan pada tahun depan.

“Untuk sentimen pada tahun depan akan bergantung pada pemulihan permintaan pinjaman dari masyarakat seiring membaiknya kondisi ekonomi. Selain itu, jika BBNI berhasil membuat restrukturisasi pinjaman lebih rendah serta memiliki Net Interest Margin (NIM) yang lebih baik, bisa akan memperbaiki kinerjanya,” ujar Lee.

Edward memperkirakan, baik pada kuartal IV-2020 maupun tahun depan, kinerja BBNI masih berpeluang untuk memburuk. Hal ini sejalan dengan langkah manajemen yang masih tetap agresif pada biaya provision. Edward memproyeksikan, credit costs akan kembali naik hingga 350 - 390 bps pada tahun ini. Angka ini lebih tinggi dari perkiraan Sucor semula yang hanya naik 300 - 350 bps. 

Baca Juga: IHSG merosot, BEI justru catatkan rekor nilai transaksi harian tertinggi

“Bahkan, hal tersebut masih akan berlanjut pada tahun depan dikarenakan manajemen yang menargetkan untuk menjaga coverage ratio tetap di kisaran 200%, naik dari estimasi di akhir tahun ini yang sekitar 170%,” tambah Edward.

Dus, Edward pun memangkas proyeksi pendapatan dan laba bersih BBNI pada tahun depan, yakni masing-masing menjadi Rp 55,91 triliun dan Rp 7,36 triliun. Adapun untuk tahun ini, ia memperkirakan BBNI berhasil mengantongi pendapatan Rp 52,79 triliun dengan laba bersih Rp 1,68 triliun. 

Edward pun merekomendasikan hold untuk BBNI dengan target harga Rp 5.250 dari sebelumnya Rp 5.500 per saham. Penurunan target price ini merefleksikan dari melemahnya laba bersih dan asset quality outlook. 

Sementara Okie juga merekomendasikan hold, namun dengan target harga Rp 6.100 per saham. Sedangkan Lee untuk saat ini merekomendasikan untuk jual saham BBNI, namun, ia berujar tengah tahap merevisi sehingga bisa saja rekomendasinya berubah.

Selanjutnya: Analis ini prediksi IHSG rebound teknikal besok (1/12), didorong sentimen domestik

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi