Tantangan Global Masih Tinggi, Begini Respons Sri Mulyani



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Perekonomian global diperkirakan masih melambat hingga 2024 mendatang. Tantangan tersebut harus diantisipasi agar tidak berdampak pada ekonomi domestik.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, saat ini permintaan masyarakat masih sangat tinggi. Permintaan yang tinggi ini akan menjadi penyangga ekonomi domestik di tengah gejolak ekonomi global.

“Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih resilien dan merata di seluruh daerah. Ini memberikan keuntungan karena dengan domestik demand sangat tinggi dan itu bisa menjadi buffer bagi gejolak yang terjadi di regional maupun global,” ujar Sri Mulyani dalam agenda Bisnis Indonesia Business Challenges 2024, Kamis (23/11).


Baca Juga: Sudah Memadai, Suku Bunga Acuan BI Mungkin Tak Berubah hingga Akhir 2023

Dia juga berharap, optimalisasi belanja pemerintah pada kuartal IV 2023 bisa menjaga momentum pertumbuhan ekonomi 2023. Pemerintah akan ada percepatan belanja negara pada Oktober hingga Desember, yang diperkirakan realisasinya akan sebesar Rp 1.155,7 triliun.

Realisasi ini terdiri dari belanja pemerintah pusat yang belum disalurkan sebesar Rp 901,3 triliun, dan transfer ke daerah (TKD) Rp 263,6 triliun.

Adapun Sri Mulyani menerangkan berbagai tantangan yang dihadapi perekonomian global. Di antaranya dinamika di sektor pasar obligasi Amerika Serikat (AS) dan capital outflow antar negara terutama di negara emerging market.

Tantangan lain adalah pelemahan ekonomi China karena krisis properti. Fenomena yang ditandai dengan bangkrutnya raksasa properti Evergrande itu dinilai akan berdampak terhadap perekonomian global.

Baca Juga: Ramainya Aksi Dedolarisasi Belum Signifikan Kurangi Pamor Dolar AS

“Kita lihat juga geopolitik meningkat dan dinamis. di mana perang mudah terpicu namun sulit untuk menyelesaikan. Yang terjadi di Ukraina belum selesai dan sekarang Palestina dan Israel” ungkapnya.

Berbagai risiko tersebut  menyebabkan perekonomian global menjadi melemah, proyeksi ekonomi global di 2024 direvisi ke bawah 3%.

“Inflasi global juga relatif tinggi. Ini tentu menimbulkan dampak terhadap kombinasi kebijakan yang sudah dan masih bisa dilakukan negara emerging market,” imbuhnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli