Tantangan Literasi di Sektor Dana Pensiun dan Asuransi yang Masih Rendah



KONTAN.CO.ID - DEPOK. Literasi di sektor dana pensiun dan asuransi masih menjadi tantangan dalam pengembangan industri keuangan non-bank (INKB) di Tanah Air. Pasalnya, literasi IKNB di Indonesia relatif masih rendah dibandingkan dengan sektor perbankan.

"Per tahun 2022, literasi di industri asuransi dan dana pensiun masing-masing tercatat sebesar 31,7% dan 30,4%," ungkap Reza Y. Siregar, Senior Executive Vice President IFG-Progress, pada Seminar Analisis Kinerja BUMN 2024 dan Prospek BUMN Masa Depan, Selasa (11/6).

Selain isu literasi yang rendah, Reza bilang, ada gap yang terbilang gede antara literasi dan inklusi turut menjadi tantangan yang cukup besar bagi pengembangan industri asuransi dan dana pensiun.


Kondisi ini mengindikasikan, literasi yang sudah membaik belum mampu mendorong penetrasi penggunaan produk asuransi dan dana pensiun di Indonesia. "Dari sisi inklusi keuangan, IFG berhasil melaksanakan penugasan pemerintah, yaitu Program KUR dan PEN dengan segmen UMKM," kata dia.     

Untuk diketahui, IFG ditunjuk menjadi Holding BUMN Asuransi dan Penjaminan pada  16 Maret 2020 melalui PP 20/2020. Menurut Reza, latar belakang dan tujuan pembentukan holding berawal dari kegagalan di beberapa perusahaan asuransi dalam memenuhi kewajibannya. Di sisi lain, tantangan sektor asuransi di antaranya tingkat penetrasi dan literasi yang masih rendah.  

Dari sisi inklusi keuangan, Reza bilang, IFG berhasil melaksanakan penugasan pemerintah yaitu program KUR dan PEN yang mentargetkan segmen UMKM. IFG juga melaksanakan program penugasan asuransi sosial, asuransi tani padi, dan asuransi ternak padi.

Dari aspek bisnis, sejak holding berdiri, IFG telah melakukan serangkaian inisiatif untuk menyelesaikan isu terkait overlapping business pada anak perusahaan. Kondisi awal holding terjadi overlapping business anak & cucu perusahaan bidang asuransi umum. Sehingga berdampak pada inefisiensi biaya operasional, tidak adanya diferensiasi/spesialisasi dan kompetisi internal yang tidak sehat.

Adapun yang sudah dilakukan holding saat ini adalah arahan kepada ana perusahaan untuk memiliki fokus bisnis seperti Jasindo keluar dari bisnis asuransi kredit, Askrindo dan Jamkrindo yang berfokus di asuransi kredit dan penjaminan di segmen yang berbeda.

Kemudian, pembentukan Key Account Management untuk mencegah perang harga, serta mengatur skema dan besaran komisi kepada agen dan broker yang sebelumnya excessive. "Target ke depannya adalah implementasi strategi IFG Holding mengenai focus of business masingmasing Anak Perusahaan secara struktural dan membangun spesialisasi sesuai core competence dari masing-masing anak perusahaan," terang Reza.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dadan M. Ramdan