Tantangan penerbitan surat utang korporasi semakin berat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi pasar yang belum stabil ditambah tren kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia dan yield Surat Utang Negara (SUN) membuat tantangan penerbitan surat utang korporasi tergolong berat.

Sebagai informasi, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menginformasikan bahwa total emisi surat utang korporasi yang batal terbit di tahun ini mencapai Rp 20 triliun.

Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia, Ahmad Mikail menganggap wajar fakta tersebut. Di tengah volatilitas pasar obligasi yang meningkat, calon penerbit surat utang korporasi menjadi lebih selektif untuk menerbitkan instrumen surat utang.


Apalagi, gejolak pasar juga mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan yang akan menerbitkan surat utang korporasi. Dalam hal ini, arus kas perusahaan terganggu sehingga mengurangi kemampuan dalam melunasi kewajiban atas surat utang yang diterbitkannya.

Tak hanya itu, tren kenaikan suku bunga acuan BI hingga 5,5% juga menjadi tantangan bagi perusahaan dalam menerbitkan surat utang korporasi. “Otomatis kupon yang ditawarkan harus lebih tinggi dari itu,” kata Mikail, hari ini (21/8).

Kupon surat utang korporasi tak hanya bersaing dengan suku bunga acuan BI, melainkan juga yield SUN. Sebagai gambaran, yield SUN seri acuan 5 tahun saja sudah mencapai 7,64%. Bahkan, Savings Bond Ritel seri SBR004 yang bertenor 2 tahun memiliki kupon 8,05%.

Mengacu pada kondisi tersebut, Mikail menghitung, jika perusahaan memiliki peringkat utang tinggi seperti idAAA, maka kupon surat utang yang ditawarkan berpotensi mencapai 8,5% untuk tenor 5 tahun.

Di sisi lain, jika perusahaan hanya memiliki peringkat utang sekitar idA, maka kupon surat utang yang ditetapkan mesti di kisaran 11%--12% untuk tenor 5 tahun agar instrumennya laku di pasar.

Melihat tantangan yang terhampar cukup berat, Mikail memperkirakan potensi penerbitan surat utang korporasi hingga akhir tahun nanti maksimal sekitar Rp 130—140 triliun.

Dari sisi permintaan, karena yield SUN tengah berada dalam tren menanjak, ada potensi investor lebih tertarik untuk berinvestasi pada instrumen tersebut ketimbang surat utang korporasi. Hal ini didukung oleh fakta bahwa risiko gagal bayar SUN tergolong minim.

“Belajar dari kasus gagal bayar MTN SNP Finance misalnya, investor terlihat cenderung lebih hati-hati untuk membeli surat utang korporasi,” ungkap Mikail.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia