KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja keuangan PT Tiga Pilar Sejahtera Food (AISA) diprediksi akan menurun pada 2018. Harga saham AISA yang berangsur turun sejak erjerat kasus hukum juga membuat analis tidak merekomendasikan saham ini untuk jangka panjang. Apalagi, banyak pekerjaan rumah untuk mengatasi utang dan membuat kinerja membaik. Berdasarkan laporan keuangan hingga kuartal III 2017, pendapatan AISA turun 17,5% secara
year on year (yoy) menjadi Rp 4,1 triliun. Penurunan juga terjadi pada laba bersih AISA sebesar 57% yoy menjadi Rp 176 miliar. Analis menduga, kinerja yang tak sesuai harapan ini masih akan berlanjut hingga tahun depan. Terlebih, kini AISA semakin tertekan karena memiliki utang yang cukup besar. Pada April 2018, AISA sudah dibayangi utang yang akan jatuh tempo senilai Rp 900 miliar.
Salah satu usaha untuk yang dilakoni AISA untuk membayar utang dan memperkuat struktur keuangan adalah dengan mendivestasi segmen bisnis beras. Perseroan akan melepas 70% saham anak usahanya di segmen bisnis beras, yaitu PT Dunia Pangan. Perusahaan tersebut merupakan induk usaha PT Indo Beras Unggul yang beberapa waktu lalu terjerat kasus hukum. Dalam riset Marlene Tanumihardja Analis Samuel Sekuritas Indonesia tertulis taksiran nilai wajar PT Dunia Pangan mencapai Rp 3,58 triliun. Dengan melakukan divestasi ini manajemen AISA berharap mampu melunasi utang sebesar Rp 2,37 triliun secara bertahap. "Oleh karena itu, kami berpendapat bahwa perusahaan mampu memiliki solvabilitas dan struktur neraca keuangan yang lebih baik lagi ke depannya," kata Marlene dalam riset. Sementara, Niko Margaronis, analis Ciptadana Sekuritas mengatakan, divestasi bagus dilakukan untuk membayar utang. Namun, tetap ke depannya AISA membutuhkan dana kembali dengan cara berutang untuk menjalankan fokus bisnis yang baru di bidang makanan dan minuman. "Menjalankan fokus bisnis yang baru membutuhkan dana baik untuk pemasaran yang lebih gencar dan memperbaiki brand TPS," kata Niko, Senin (4/12). Maklum, menurut Niko, skandal yang menimpa AISA juga berimbas pada bisnis makanan dan minuman. Hal ini terlihat dari pendapatan AISA pada kuartal II yang menurun. Niko mengaku belum memiliki proyeksi lebih lanjut mengenai AISA, karena masih menunggu rapat dengan
bond holder yang akan AISA lakukan pada 5-7 Desember 2017. "Proyeksi masih belum tahu, masih nunggu meeting bond holder," kata Niko. Hanya saja, Niko melihat, ada peluang AISA ke depan jika perusahaan berhasil mendapatkan kreditur yang bisa memberikan dana untuk mengembangkan bisnis makanan dan minuman. "Peluang AISA, mereka harus
gain trust para kreditur," imbuhnya.
Sementara, Kepala Riset OSO Sekuritas Riska Afriani menilai, meski AISA berhasil membayar utang melalui divestasi, masih banyak pekerjaan rumah yang harus AISA benahi selanjutnya. "AISA masih harus memperbaiki struktur modal, fokus pada bisnis baru, sementara kontribusi beras saat ini hanya 5%. Ke depan bisnis ini masih cukup berat," kata Riska, Senin (4/12). Menurut Riska, bisnis makanan dan minuman yang termasuk dalam sektor konsumer cukup menarik di tahun depan. Sentimen yang mendukung adalah mendekati masa pemilu jumlah uang yang beredar meningkat dan bisa meningkatkan penjualan sektor konsumer. Selain itu pertumbuhan ekonomi juga diprediksikan lebih tinggi. Baik Riska maupun Niko belum mendapat angka pasti proyeksi pendapatan dan laba AISA pada 2018. Namun, kedua analis sependapat, pendapatan AISA akan turun di tahun depan. "Penurunan bisa lebih besar dari penurunan pada kuartal III yang sebesar 17,5% yoy," prediksi Niko. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini