Desa Cibodas, Purwakarta, Jawa Barat, telah lama dikenal sebagai sentra tapai singkong. Di Cibodas, proses pembuatan tapai singkong telah dijalankan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kendati sudah turun-temurun, sentra pembuatan tapai di Cibodas masih tergolong industri rumah tangga dengan skala kecil. Ketika KONTAN menyambangi sentra ini pada Sabtu (14/7), nampak sebagian pekerja di industri rumahan pembuatan tapai ini adalah anggota keluarga berjumlah dua sampai tiga orang. Sebagian besar aktivitas produksi dilakukan di rumah. Khusus untuk proses perebusan singkong sebelum diolah menjadi tapai dilakukan di pekarangan rumah. Dariyat Surpatna, salah seorang pembuat tapai singkong di Cibodas bilang, usaha pembuatan tapai singkong di desanya sudah ada sejak 1950-an. Saat ini, kata Dariyat, produsen tapai di desanya tinggal tersisa 20 orang saja.Jumlah itu sudah jauh berkurang dibandingkan dengan tahun 1950-an. "Pada tahun 1950-an, sebagian besar mata pencaharian penduduk Cibodas dari usaha pembuatan tapai ini," kata Dariyat.Dariyat mengaku, usaha ini sudah kurang diminati karena kurang menjanjikan. Namun, ia sendiri tetap memilih menyandarkan hidup dari usaha pembuatan tapai ini. Dalam sehari, Dariyat bisa memproduksi 70 kilogram (kg)-100 kg tapai. Dengan harga jual Rp 4.000-Rp 5.000 per kg, ia meraup omzet Rp 400.000-Rp 500.000 per hari, atau sekitar Rp 12 juta-Rp 15 juta dalam sebulan. Pemain lainnya adalah Unang Sanjaya. Ia memilih meneruskan usaha ini lantaran sulit mencari pekerjaan di kota. Lagi pula, usaha ini sudah menjadi bisnis keluarga, sehingga tinggal melanjutkan saja. Dalam sehari, Unang bisa memproduksi sebanyak 70 kg tapai dengan harga jual Rp 5.000 per kg. Dari situ, ia bisa meraup omzet sekitar Rp 350.000 per hari atau sekitar Rp 10 juta per bulan. Ia mengaku, bisnis ini masih lumayan menjanjikan. "Apalagi menjelang bulan Ramadan, permintaan tapai pasti meningkat dibanding hari biasa," ujarnya.Sementara produsen lain seperti Muhammad Dedy mampu memproduksi hingga 90 kg tapai per hari. Dengan harga jual Rp 5.000 per kg, ia mengantongi omzet sekitar Rp 450.000 per hari, atau Rp 14 juta per bulan. "Ini merupakan usaha keluarga yang saya kelola dalam skala kecil," ujarnya.Saat permintaan sedang sepi, harga tapai bisa melorot hingga menjadi Rp 4.000 per kg. Tapi, ia optimistis selama bulan Ramadan ini harga tapai tetap stabil di level Rp 5.000 per kg. Selain di wilayah Jawa Barat, produk tapai mereka juga dipasarkan hingga ke wilayah Jakarta. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Tapai singkong usaha turun-temurun di Cibodas
Desa Cibodas, Purwakarta, Jawa Barat, telah lama dikenal sebagai sentra tapai singkong. Di Cibodas, proses pembuatan tapai singkong telah dijalankan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kendati sudah turun-temurun, sentra pembuatan tapai di Cibodas masih tergolong industri rumah tangga dengan skala kecil. Ketika KONTAN menyambangi sentra ini pada Sabtu (14/7), nampak sebagian pekerja di industri rumahan pembuatan tapai ini adalah anggota keluarga berjumlah dua sampai tiga orang. Sebagian besar aktivitas produksi dilakukan di rumah. Khusus untuk proses perebusan singkong sebelum diolah menjadi tapai dilakukan di pekarangan rumah. Dariyat Surpatna, salah seorang pembuat tapai singkong di Cibodas bilang, usaha pembuatan tapai singkong di desanya sudah ada sejak 1950-an. Saat ini, kata Dariyat, produsen tapai di desanya tinggal tersisa 20 orang saja.Jumlah itu sudah jauh berkurang dibandingkan dengan tahun 1950-an. "Pada tahun 1950-an, sebagian besar mata pencaharian penduduk Cibodas dari usaha pembuatan tapai ini," kata Dariyat.Dariyat mengaku, usaha ini sudah kurang diminati karena kurang menjanjikan. Namun, ia sendiri tetap memilih menyandarkan hidup dari usaha pembuatan tapai ini. Dalam sehari, Dariyat bisa memproduksi 70 kilogram (kg)-100 kg tapai. Dengan harga jual Rp 4.000-Rp 5.000 per kg, ia meraup omzet Rp 400.000-Rp 500.000 per hari, atau sekitar Rp 12 juta-Rp 15 juta dalam sebulan. Pemain lainnya adalah Unang Sanjaya. Ia memilih meneruskan usaha ini lantaran sulit mencari pekerjaan di kota. Lagi pula, usaha ini sudah menjadi bisnis keluarga, sehingga tinggal melanjutkan saja. Dalam sehari, Unang bisa memproduksi sebanyak 70 kg tapai dengan harga jual Rp 5.000 per kg. Dari situ, ia bisa meraup omzet sekitar Rp 350.000 per hari atau sekitar Rp 10 juta per bulan. Ia mengaku, bisnis ini masih lumayan menjanjikan. "Apalagi menjelang bulan Ramadan, permintaan tapai pasti meningkat dibanding hari biasa," ujarnya.Sementara produsen lain seperti Muhammad Dedy mampu memproduksi hingga 90 kg tapai per hari. Dengan harga jual Rp 5.000 per kg, ia mengantongi omzet sekitar Rp 450.000 per hari, atau Rp 14 juta per bulan. "Ini merupakan usaha keluarga yang saya kelola dalam skala kecil," ujarnya.Saat permintaan sedang sepi, harga tapai bisa melorot hingga menjadi Rp 4.000 per kg. Tapi, ia optimistis selama bulan Ramadan ini harga tapai tetap stabil di level Rp 5.000 per kg. Selain di wilayah Jawa Barat, produk tapai mereka juga dipasarkan hingga ke wilayah Jakarta. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News