Target bea cukai makin sulit tercapai



JAKARTA. Penurunan produksi dan konsumsi rokok membuat target penerimaan cukai tak tercapai. Data Ditjen Bea dan Cukai menunjukkan penerimaan cukai tembakau sampai akhir Juli 2015 baru Rp 63,6 triliun. Padahal penerimaan cukai tembakau sampai akhir Juli ditargetkan mencapai Rp 81 triliun.

Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Hubungan Masyarakat (Humas) Ditjen Bea Cukai Haryo Limanseto mengatakan, Ditjen Bea Cukai sebelumnya memproyeksi konsumsi tembakau meningkat pasca Lebaran. "Analisa awal kami tidak ada kenaikan yang signifikan. Yang terjadi saat ini agak beda dengan yang biasanya," katanya, saat dihubungi KONTAN, Senin (3/8).

Sementara penerimaan cukai ethil alkohol hanya Rp 86 miliar dari target Rp 96 miliar.  Dan penerimaan cukai minuman mengandung ethil alkohol (MMEA) hanya terkumpul Rp 1,9 triliun, turun sekitar 40% akibat kebijakan pelarangan penjualan minuman beralkohol di minimarket.


Secara total hingga akhir Juli 2015, penerimaan bea dan cukai baru Rp 85,42 triliun atau 43,81% dari target APBN-P 2015 sebesar Rp 195 triliun.Dari realisasi itu, penerimaan cukai Rp 65,75 triliun, lebih rendah dari  target Rp 85,01 triliun. Sementara pos bea masuk realisasinya baru Rp 17,32 triliun dari proyeksi akhir Juli Rp 21,7 triliun.

Penerimaan pos bea keluar  juga parah:  hanya Rp 2,35 triliun dari target Juli 2015 sebesar Rp 7,03 triliun. Pemasukan hanya dari ekspor batubara, kakao, karet, dan kayu yang harganya terperosok. "Sementara CPO tak menyumbang sama sekali," kata Haryo. Maklum harga CPO di pasar dunia sedang turun sehingga tak terkena bea keluar.

Demi mengejar target, Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai Heru Pamudi mengaku akan mendongkrak penerimaan cukai. Adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20/PMK.04/2015 tentang pelunasan pembelian cukai 2015 dan kenaikan tarif impor dinilai bisa membantu.

Penerimaan yang rendah ini tak lain akibat pelambatan ekonomi. "Satu-satunya tumpuan dari pos cukai, jadi  fokus meminimalisir cukai palsu dan dorong penerimaan di industri rokok," kata pengamat pajak Yustinus Prastowo

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia