Target dwelling time gagal tercapai



JAKARTA. Keinginan pemerintah untuk menurunkan waktu bongkar muat pelabuhan atawa dwelling time dari sembilan hari menjadi 4,7 hari dalam waktu tiga bulan gagal tercapai. Sampai dengan tiga bulan sejak tekad tersebut digulirkan, waktu bongkar muat di pelabuhan saat ini masih berkisar 5,6 hari.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo mengatakan, kegagalan pemenuhan target tersebut disebabkan beberapa faktor. Salah satunya, akibat proses post clearence barang. Di proses ini, banyak barang sebenarnya sudah melewati tahap pemeriksaan tapi tidak segera diambil dan dikeluarkan pemilik barang dari pelabuhan. Padahal di pos ini, ditargetkan selesai dalam 1,5 hari saja.

Nah, khusus untuk di pelabuhan Tanjung Priok, permasalahan tersebut disebabkan keengganan dari pemilik barang untuk segera mengeluarkan barangnya dari pelabuhan. Apalagi tarif sewa lahan penyimpanan barang di pelabuhan tergolong murah meriah sehingga menyebabkan penumpukan barang.


Permasalahan berikutnya lebih disebabkan oleh banyaknya pelaku usaha yang beroperasi di kawasan pelabuhan. "Di Priok saja, ada 40 pelaku usaha yang punya truk sendiri, menyewakan lahan sendiri. Semuanya main sendiri-sendiri, jadi tidak terkoordinasi dan akhirnya seperti ini," ujar Indro, Selasa (12/5).

Padahal jika target penurunan dwelling time tercapai, pengusaha dapat menghemat biaya logistik hingga Rp 700 triliun per tahun. Sebenarnya, kata Indro, waktu bongkar muat saat ini jauh lebih baik dibandingkan dengan tiga bulan lalu.

Di pelabuhan besar, dwelling time rata-rata 11-12 hari. Demi menekan dwelling time, kini pemerintah membagi proses distribusi barang di pelabuhan menjadi tiga tahap. Pertama, tahap free clearance yang ditekan jadi 2,7 hari. Kemudian custom clearance atau bea cukai menjadi setengah hari dan proses post clearence 1,5 hari.

Kebijakan Lanjutan Atas permasalahan inilah, Indro mengatakan, pemerintah akan mengambil kebijakan lanjutan. Khusus untuk mengatasi keengganan pemilik barang mengeluarkan barang mereka dari pelabuhan, pemerintah akan memberlakukan kenaikan tarif sewa tempat. Ini akan membuat beban pengusaha naik.

"Selain menaikkan tarif sewa, kami akan bangun help desk atau apa namanya, sarana disiapkan Kementerian Perhubungan dengan sistem online yang dikaitkan dengan sistem nasional single window," tambah Indro. Sayang, ia tidak menjelaskan lebih rinci kapan upaya tersebut akan dilakukan.

Zaldi Ihza Masita, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia berharap selain menyiapkan langkah yang telah disusun, pemerintah perlu segera mengeluarkan aturan mengenai otoritas pelabuhan. Langkah tersebut penting agar pengelolaan pelabuhan bisa lebih terkoordinasi.

Sebab, kata Zaldi, banyak institusi yang bermain di pelabuhan, namun tidak ada otoritas khusus. Selain bea cukai, ada karantina, dan lain perusahaan logistik. Semuanya mau jalan sendiri- sendiri. "Segera terbitkan aturan mempertegas keberadaan dan peran otoritas pelabuhan," kata Zaldi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie