Target lifting meleset, pemerintah putar otak



JAKARTA. Harga minyak mentah dunia yang cenderung meningkat pada paruh pertama tahun ini membuat realisasi harga minyak mentah Indonesia (ICP) sepanjang tahun ini akan lebih tinggi ketimbang asumsi yang dipatok. Sementara itu, lifting minyak mentah justru di bawah target yang ditetapkan APBNP 2012. Meski begitu, pemerintah berharap defisit APBNP masih bisa terjaga di kisaran 2,35 - 2,4% dari PDB. Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan hingga semester I tahun ini realisasi ICP tercatat sebesar US$ 117 per barel. Nah, sampai akhir tahun nanti, "ICP diperkirakan berada pada kisaran US$ 110 per barel atau lebih tinggi dari asumsi APBNP 2012 yang sebesar US$ 105 per barel," ujarnya Kamis (5/7). Menurut Agus, tingginya realisasi ICP pada paruh pertama tahun ini disebabkan karena tingginya harga minyak mentah internasional. Ia mencontohkan, harga minyak WTI dan Brent pada periode Januari - Juni 2012 masing-masing rata-ratanya mencapai US$ 98,2 per barel dan US$ 113,6 per barel. Sampai akhir tahun, Agus memperkirakan realisasi ICP akan ada pada kisaran US$ 110 per barel. Menurutnya, tren harga minyak mentah sudah sedikit melandai. Sehingga, rata-rata di akhir tahun tak akan jauh dari asumsi yang dipatok dalam APBNP 2012. Di sisi lain, produksi minyak mentah Indonesia (lifting minyak) juga di bawah target. Menurut Agus, sampai semester I, rata-rata lifting minyak mentah hanya sebesar 877,300 barel per hari. Angka ini lebih rendah dari realisasi lifting minyak pada periode yang sama tahun 2011 yang sebesar 879.000 barel per hari. Sampai akhir tahun, pemerintah memproyeksikan realisasi lifting minyak mentah Indonesia hanya akan mencapai 900.000 barel per hari atau 97% dari target APBNP 2012 yang sebesar 930.000 barel per hari.

Apa penyebabnya? Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Herry Purnomo menambahkan lifting minyak mentah yang tidak tercapai ini disebabkan karena produksi dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang tidak optimal. Untuk mencapai target lifting minyak, Herry bilang pemerintah telah mendorong optimalisasi produksi lapangan yang sudah eksisting. Selain itu, "Pemerintah juga mendorong percepatan pengembangan lapangan baru dari daerah yang potensial," ujarnya. Di satu sisi, kenaikan harga ICP akan berdampak pada bertambahnya penerimaan migas terutama di Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP migas). Tapi, di sisi lain pemerintah juga harus menanggung pembengkakan besaran subsidi energi. Hingga semester I tahun ini penerimaan PNBP dari SDA migas Rp 68,7 triliun atau 34,7% dari target APBNP 2012 yang sebesar Rp 198,3 triliun. Sementara itu, dalam periode yang sama , realisasi subsidi energi tercatat sebesar Rp 124,4 triliun atau 61,5% dari pagu APBNP yang sebesar Rp 202,4 triliun. Walaupun realisasi subsidi energi pada semester I sudah cukup tinggi, tapi Agus tak khawatir defisit akan membengkak. Hingga semester I realisasi defisit sebesar Rp 36,1 triliun. Agus masih yakin, defisit masih bisa dijaga pada kisaran 2,3% - 2,4% dari GDP hingga akhir tahun ini. Pasalnya, "Ada penerimaan-peneriman yang kita harapkan lebih baik dan ada juga pengeluaran yang jauh lebih efisien," ungkapnya. Menurutnya, akibat investment grade dan membaiknya fundamental ekonomi Indonesia, pemerintah bisa menghemat pembayaran biaya bunga karena yield yang terus turun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: