Target Penerimaan Bea Keluar Tahun 2025 Turun Imbas Larangan Ekspor Tembaga



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menargetkan penerimaan bea keluar hanya sebesar Rp 4,47 triliun pada tahun 2025. Target ini anjlok 78,6% jika dibandingkan dengan realisasi tahun lalu yang mencapai Rp 20,9 triliun.

Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Mohammad Aflah Farobi mengakui, konsentrat tembaga memang menjadi kontributor utama dalam penerimaan bea keluar pada tahun lalu.

Dari realisasi bea keluar senilai Rp 20,8 triliun pada tahun 2022, sekitar Rp 11 triliun di antaranya dikontribusikan oleh bea keluar tembaga.


Baca Juga: Pemerintah Tebar Insentif Kepabeanan Rp 33 Triliun

Oleh karena itu, pemerintah akan kehilangan sekitar Rp 11 triliun sejalan dengan pelarangan eskpor mineral mentah.

"Memang sampai sekarang memang masih berlaku larangan ekspor mineral. Jadi berdasarkan hal tersebut pada tahun 2025 pemerintah ditargetkan bea keluar hanya Rp 4,5 triliun," ujar Aflah dalam Media Briefing, Jumat (10/1).

Untuk mencapai target penerimaan bea keluar tersebut, pada tahun ini pemerintah hanya mengandalkan penerimaan yang akan bergantung pada harga minyak sawit mentah (CPO) global yang masih berfluktuasi.

Ia bilang, volume ekspor CPO pada 2024 yang sebanyak 36 juta ton sebenarnya lebih rendah dari asumsi awal sekitar 39 juta ton.

"Ini tentunya sumbernya hanya dari sawit," katanya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Askolani memperkirakan bahwa pada tahun 2025, pemerintah juga akan kehilangan penerimaan bea keluar dari tembaga lebih dari Rp 10 triliun.

Baca Juga: Ditjen Bea Cukai Laporkan Insentif Kepabeanan Telah Tersalurkan Rp 33,9 Triliun

"Kemungkinan akan lebih dari Rp 10 triliun sampai Desember 2025. Sehingga kemudian di Desember 2025 kita tidak akan mendapatkan bea keluar tembaga," katanya.

Meski begitu, Askolani menekankan bahwa hilangnya penerimaan dari bea keluar tembaga diharapkan akan diimbangi oleh penerimaan dari sektor lain. Fokus bea keluar akan beralih terutama ke sektor CPO (crude palm oil) yang hingga saat ini menyumbang sekitar Rp 5 triliun per tahun.

"Kita hanya fokus CPO yang saat ini cukup dominan yang setahun bisa mendapatkan Rp 5 triliun," imbuh Askolani.

Askolani menyoroti dampak positif dari kebijakan hilirisasi ini. Menurutnya, hilirisasi akan mendorong investasi di dalam negeri dengan pembangunan smelter-smelter baru. 

Hal ini berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Selain itu, larangan ekspor konsentrat tembaga ini akan memicu peningkatan penerimaan negara dari pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) perusahaan, yang akan diawasi lebih lanjut oleh otoritas pajak.

Baca Juga: Pemerintah Bakal Manfaatkan GSP untuk Dapat Pembebasan Bea Masuk dari AS

Dengan hilirisasi, diharapkan terjadi peningkatan aktivitas ekonomi domestik yang berdampak pada penerimaan pajak. 

"Hilirasi ini juga akan menyebabkan penambahan PPN dan PPh dari perusahaan yang tentunya Pak Suryo (Dirjen Pajak) yang akan review itu dampak dari shifting dari bea keluar ke pajak," terang Askolani.

Kebijakan ini juga diharapkan dapat membuka lapangan kerja baru, yang akan terus dipantau pelaksanaannya pada 2025.

Selanjutnya: Harga Emas Didekat Level Tertinggi Sebulan, Investor Beralih pada Safe Haven

Menarik Dibaca: Harga Emas Didekat Level Tertinggi Sebulan, Investor Beralih pada Safe Haven

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi