Target penurunan kemiskinan 2014 gagal



JAKARTA. Pelambatan ekonomi Indonesia yang terkena imbas lesunya perekonomian global, diklaim jadi biang kladi sulitnya pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menurunkan tingkat kemiskinan nasional sesuai target.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana mengakui, berbagai program pemerintah yang langsung menyasar masyarakat miskin belum ampuh untuk menurunkan kemiskinan.

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun 2014, pemerintah mematok tingkat masyarakat miskin sebesar 9%-10% dari total penduduk. Tapi, data terakhir pada Maret 2014, jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan masih 11,46% atau sebanyak 28,28 juta orang.


Jumlah itu jelas masih jauh dari target APBN-P 2014. Apalagi jika dibandingkan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2009-2014 yang dipatok sebesar 8%-9%. "Kami pesimistis. Selain kondisi ekonomi, kebijakan pemerintah tidak berdampak signifikan," ujar dia.

Sejumlah program yang telah digulirkan untuk mencapai target tingkat kemiskinan tak memenuhi target. Misal, program beasiswa bagi masyarakat miskin (BSM), program Keluarga Harapan (PKH), hingga pemberian bantuan langsung berupa uang tunai kepada masyarakat.

Armida membantah, semua program itu hanya bantalan sosial berkaitan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Menurutnya, program itu bersifat jangka menengah dan pendek. Ia mencontohkan program BSM untuk mengurangi beban masyarakat kurang mampu agar bisa melanjutkan sekolah. Melalui program itu, masyarakat kurang mampu diharapkan akan memiliki pekerjaan lebih layak.

Armida tidak memungkiri, salah satu faktor penghambat mengurangi kemiskinan adalah adanya kenaikan harga BBM subsidi. “Tapi, kebijakan itu pilihan yang harus diambil pemerintah,” imbuh dia.

Ke depan, Armida berharap pemerintah baru membuat program lebih baik agar masyarakat miskin berkurang. Salah satunya,  menggulirkan anggaran langsung ke desa. Dengan begitu, diharapkan infrastruktur pedesaan bisa lebih baik sehingga memperbaiki daya beli masyarakat.

Direktur INDEF Enny Sri Hartati menilai, memperluas lapangan kerja harus menjadi prioritas pemerintahan baru. Caranya, menarik semakin banyak investor ke Indonesia, terutama di sektor padat karya. "Pemberian insentif yang tepat perlu dilakukan agar investor tertarik," kata Enny. 

Selain itu, pemerintah harus mengembangkan industri kecil rumahan. Bantuan dari pemerintah bisa berupa pelatihan dan kemudahan akses modal. Pelatihan dapat membatu menciptakan nilai tambah bagi produk masyarakat. Sementara modal akan mendukung pengembangan bisnis rumahan. “Semakin banyak industri rumahan yang tercipta, penyerapan tenaga kerja  meningkat,” imbuh Enny.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa