BEIJING. China menetapkan target pertumbuhan perdagangan sebesar 10% pada tahun ini. Namun, belakangan, target ini diragukan bisa tercapai. Pasalnya, krisis utang Eropa memangkas tingkat permintaan barang-barang ekspor dari Negeri Panda tersebut. Hal ini dialami oleh Pan Junping, pengusaha mainan anak-anak. Pan bercerita, biasanya, saat ini merupakan masa tersibuk perusahaan untuk melayani pesanan yang datang dari AS dan Eropa untuk persiapan Natal. Namun tahun ini, tingkat pemesanan anjlok dalam. "Situasi ini kemungkinan lebih buruk dari kondisi 2009 lalu. Tingkat kepercayaannya nol," jelas Pan. Kondisi itu menyebabkan Pan menunda pembayaran gaji karyawan dan memprediksi penurunan penjualan sebesar 30% tahun ini.Sepinya tingkat permintaan menyebabkan outlook ekonomi China negatif. Hasil survei Bloomberg menunjukkan, tingkat ekspor China pada Agustus mendatang akan tumbuh 2,9% dibanding tahun sebelumnya. Angka tersebut anjlok 18% dalam dua tahun terakhir.Kondisi itu juga menyebabkan munculnya spekulasi dibutuhkannya stimulus investasi seperti pembangunan jalan dan subway, pelonggaran kebijakan moneter, dan pembebasan pajak bagi sejumlah perusahaan."Kami percaya, kebijakan stimulus yang tengah dijalankan ini sudah berada dalam jalur semestinya. Sebab, dengan menambah suplai rumah dan memperbaiki infrastruktur kota merupakan jalan terbaik untuk menahan laju kenaikan rumah, menggairahkan ekonomi kota, dan meningkatkan kesejahteraan," papar Lu Ting, Bank of America's chief Greater China economist di Hong Kong.Perlambatan pertumbuhan ekonomi China juga berdampak pada penurunan kinerja perusahaan. Hal itu yang lantas menyebabkan Shanghai Composite Index anjlok 6,7% di sepanjang tahun ini. Bahkan, indeks acuan ini semakin mendekati level 2008, di mana pada waktu itu krisis ekonomi global dimulai setelah Lehman Brothers Holdings Inc kolaps.
Target perdagangan China sebesar 10% diragukan
BEIJING. China menetapkan target pertumbuhan perdagangan sebesar 10% pada tahun ini. Namun, belakangan, target ini diragukan bisa tercapai. Pasalnya, krisis utang Eropa memangkas tingkat permintaan barang-barang ekspor dari Negeri Panda tersebut. Hal ini dialami oleh Pan Junping, pengusaha mainan anak-anak. Pan bercerita, biasanya, saat ini merupakan masa tersibuk perusahaan untuk melayani pesanan yang datang dari AS dan Eropa untuk persiapan Natal. Namun tahun ini, tingkat pemesanan anjlok dalam. "Situasi ini kemungkinan lebih buruk dari kondisi 2009 lalu. Tingkat kepercayaannya nol," jelas Pan. Kondisi itu menyebabkan Pan menunda pembayaran gaji karyawan dan memprediksi penurunan penjualan sebesar 30% tahun ini.Sepinya tingkat permintaan menyebabkan outlook ekonomi China negatif. Hasil survei Bloomberg menunjukkan, tingkat ekspor China pada Agustus mendatang akan tumbuh 2,9% dibanding tahun sebelumnya. Angka tersebut anjlok 18% dalam dua tahun terakhir.Kondisi itu juga menyebabkan munculnya spekulasi dibutuhkannya stimulus investasi seperti pembangunan jalan dan subway, pelonggaran kebijakan moneter, dan pembebasan pajak bagi sejumlah perusahaan."Kami percaya, kebijakan stimulus yang tengah dijalankan ini sudah berada dalam jalur semestinya. Sebab, dengan menambah suplai rumah dan memperbaiki infrastruktur kota merupakan jalan terbaik untuk menahan laju kenaikan rumah, menggairahkan ekonomi kota, dan meningkatkan kesejahteraan," papar Lu Ting, Bank of America's chief Greater China economist di Hong Kong.Perlambatan pertumbuhan ekonomi China juga berdampak pada penurunan kinerja perusahaan. Hal itu yang lantas menyebabkan Shanghai Composite Index anjlok 6,7% di sepanjang tahun ini. Bahkan, indeks acuan ini semakin mendekati level 2008, di mana pada waktu itu krisis ekonomi global dimulai setelah Lehman Brothers Holdings Inc kolaps.