KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini sekitar 5% hingga 5,3%. Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menilai, outlook pertumbuhan ekonomi tersebut terlalu optimistis. Menurutnya, sejalan dengan kondisi ekonomi global yang masih penuh ketidakpastian, serta potensi kenaikan inflasi akan menjadi faktor yang membayangi pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
“Saat ini bahkan daya beli masyarakat cenderung melemah, sehingga target yang lebih realistis menurut saya sebesar 4,7% hingga 4,9%,” tutur Yusuf kepada Kontan.co.id, Selasa (11/7). Dia menganalisa, perkembangan terakhir perekonomian global diantaranya, The Fed yang menahan kenaikan suku bunga, sehingga memberi harapan akan dukungan bank sentral terhadap pertumbuhan ekonomi. “The Fed yang pertama kali dalam setahun terakhir menahan suku bunga di 5,25%. Ini memberi harapan pada prospek pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi dan arah pemulihan ekonomi global yang cenderung masih gelap ke depan,” ujarnya.
Baca Juga: Moderasi Harga Komoditas Mulai Gerus Penerimaan Pajak 2023 Meski begitu, Yusuf mengatakan, di saat yang sama, dengan proyeksi suku bunga The Fed di akhir 2023 akan ada di kisaran 5,75%, maka berimplikasi bahwa era suku bunga tinggi belum akan berakhir dalam waktu dekat. Menurutnya, The Fed masih berpotensi menaikkan suku bunga hingga akhir 2023. Sehingga sikap kebijakan moneter pada bank sentral negara-negara besar dunia masih akan lebih memilih untuk meredam inflasi dengan mengorbankan pertumbuhan ekonomi. “Terakhir, ECB (European Central Bank) kembali menaikkan suku bunga ke 3,25%, tertinggi dalam dua dekade, dan telah menaikkan bunga hingga 375 bps sejak Juli 2022,” tambahnya. Dengan bank sentral di banyak negara masih terus berada di rezim suku bunga tinggi, Yusuf berpandangan, investasi dan konsumsi belum akan pulih dengan cepat karena permintaan global diperkirakan masih akan lemah. Dia menambahkan, meski Indonesia dipandang perekonomiannya dalam posisi yang relatif baik, perekonomian Indonesia akan terdampak bila resesi global terjadi. “Dengan resesi global dan pelemahan harga komoditas saja, target pertumbuhan ekonomi kita di APBN 2023 yang 5,3% terlihat menjadi sangat sulit tercapai,” kata Yusuf. Terlebih selain resesi global dan pelemahan harga komoditas, Indonesia juga akan menghadapi El Nino yang berpotensi mengerek inflasi pangan. Jika suku bunga domestik kembali terdorong naik oleh inflasi, pertumbuhan ekonomi tahun 2023 ini berpotensi akan semakin melemah. Dia tidak menampik pada tahun 2023 hingga 2024 Indonesia memang akan mendapat stimulus dari momentum pemilu. Sebab, belanja pemilu bisa mendorong ekonomi.
Namun, di saat yang sama pemilu justru memunculkan ketidakpastian tentang arah kebijakan pemerintah baru, sehingga akan menekan belanja investasi swasta. Selain belanja untuk pemilu 2024, stimulus terpenting APBN 2023 seperti belanja bansos dan penanggulangan kemiskinan ekstrem. “Menurut saya kenaikan belanja bansos dan penanggulangan kemiskinan ini positif untuk memperkuat daya beli rakyat. Namun tidak cukup untuk mengangkat pertumbuhan ekonomi lebih tinggi karena daya beli masyarakat berpotensi tergerus inflasi pangan akibat El Nino dan PHK yang masih marak terutama dari industri berorientasi ekspor,” imbuhnya.
Baca Juga: Pemerintah Perlu Dorong Belanja Agar Pertumbuhan Ekonomi 2023 Tak Merosot di Bawah 5% Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat