KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menargetkan penerimaan pajak penghasilan (PPh) di tahun depan sebesar Rp 680,87 triliun, turun Rp 2,9 triliun atau lebih rendah 0,42% dari target PPh di tahun ini sebesar Rp 683,77 triliun. Postur penerimaan PPh tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2021 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2022. Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengindikasi, penurunan target PPh di tahun depan sejalan dengan dampak pandemi virus corona yang berlangsung pada 2020-2021. Sehingga, Wajib Pajak (WP) akan mengkompensasi PPh atas tahun pajak 2020-2021 ke tahun pajak 2022.
Bagi WP Badan, penurunan penerimaan PPh Pasal 25/29 sangat mungkin terjadi lantaran kerugian yang dialami dalam dua tahun tersebut. Meskipun tarif PPh Badan tetap 22%, Prianto memprediksi sekalipun penerimaan PPh Badan tumbuh, tapi hanya sedikit. “Memang untuk genjot lagi PPh Badan agak susah, karena WP Badan lebih mudah melakukan
tax avoidance, apalagi ada celah karena pandemi,” kata Prianto kepada Kontan.co.id, Rabu (10/11).
Baca Juga: Berharap ekonomi pulih, Sri Mulyani malah pangkas target penerimaan PPh tahun depan Sementara itu, PPh OP terutama WP OP besar diramal akan melaporkan kondisi yang sama kepada otoritas pajak. Hanya saja, karena adanya tarif PPh OP baru sebesar 35% untuk masyarakat yang berpenghasilan lebih dari Rp 5 miliar per tahun, diperkirakan tetap mencatatkan pertumbuhan pada tahun depan. “Baik WP Badan maupun WP OP akan melakukan kompensasi pajak di tahun 2022, makanya pemerintah patok penerimaan PPh segitu,” ujar Prianto. Di sisi lain, Prianto mengatakan pemerintah bisa mendapatkan potensi tambahan penerimaan PPh dengan adanya kenaikan tarif baru PPh OP. Sebelumnya pemerintah memperkirakan dengan implementasi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), ada tambahan RP 139,3 triliun penerimaan pajak. Dari angka tersebut, Prianto memprediksi PPh OP bisa menyumbang Rp 8,35 triliun, atau 6% dari proyeksi tambahan penerimaan versi pemerintah. Untuk diketahui kebijakan tarif PPh OP telah ditetapkan dalam UU HPP. Kemudian, Prianto juga optimistis setoran PPh dapat bertambah Rp 100 triliun setelah Program Pengungkapan Sukarela (PPS) WP sebagaimana diamanatkan dalam UU HPP digelar pada pertengahan tahun depan. Potensi ini juga didukung dengan adanya tarif tertinggi PPh OP sebesar 35%. Sebab, jika tak ada kebijakan tersebut, tarif tertinggi hanya 30%.
Baca Juga: Morgan Stanley prediksi ekonomi Indonesia bullish tahun depan, ini tiga pendorongnya Kendati demikian, klausul dalam UU HPP terkait kebijakan baru penghasilan kena pajak atas PPh Final Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) akan ikut menggerus penerimaan PPh tahun depan. Dalam beleid tersebut mengatur, PPh Final dikenakan untuk UMKM yang memiliki omzet Rp 500 juta per tahun tak perlu bayar pajak penghasilan. Sebab, aturan yang berlaku saat ini yang dikenakan PPh Final UMKM yakni usaha yang mempunyai omzet hingga Rp 4,8 miliar per tahun, dengan kata lain tidak ada batasan bawahnya. Sementara itu, meski pemerintah menurunkan target penerimaan PPh, setoran pajak pertambahan nilai (PPN) justru ditargetkan naik 6,7%
year on year (yoy) atau setara Rp 554,38 triliun pada tahun 2022.
Menurut Prianto, target PPh dan PPN dari pemerintah cukup realistis. Meski secara nilai PPh lebih tinggi, tapi PPN akan terus tumbuh seiring dengan peningkatan konsumsi masyarakat. Katanya di berbagai negara, seperti Amerika Serikat (AS) pun, setoran PPN terus tumbuh tinggi dibandingkan PPh. Prianto bilang, penerimaan PPN lebih mudah diawasi ketimbang PPh. “Kalau PPN dihitung dari gross-nya, sementara PPh Badan dari netto. Sehingga, praktik penghindaran pajak untuk PPN kecil terjadi, kalau PPh Badan lebih bisa dimainin,” kata dia. Adapun Prianto optimistis tahun depan pemerintah dapat mengumpulkan penerimaan pajak sesuai dengan target. Hal ini terutama didukung dengan adanya implementasi UU HPP dan jaminan pertumbuhan ekonomi 2020 sebesar 5,2% yoy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari