Target produksi batubara BYAN stagnan



JAKARTA. Masih buruknya harga jual batubara dunia memaksa PT Bayan Resources Tbk (BYAN) mengerem ekspansi. Jenny Quantero, Direktur BYAN mengatakan, perusahaan tidak akan terlalu muluk-muluk menetapkan target produksi batubara di 2014 ini. "Karena harga yang masih rendah, saya memperkirakan produksi di tahun ini tidak akan berbeda dengan tahun lalu," kata Jenny kepada KONTAN, Selasa (1/4). Sejak awal 2013, BYAN memang hanya membidik produksi batubara sebanyak 14 juta-15 juta ton, turun dari tahun sebelumnya yang 16,3 juta ton.  Performa keuangan BYAN di tahun lalu sendiri memang jauh dari memuaskan lantaran harga jual yang merosot. BYAN hanya mampu meraih pendapatan US$ 1,15 miliar, turun 19,34% dibandingkan tahun 2012 yang mencapai US$ 1,42 miliar. Area Asia Utara masih menjadi andalan dengan menyokong US$ 559,65 juta dari total pendapatan BYAN di tahun lalu. Asia Tenggara, tidak termasuk Indonesia, menjadi area dengan kontribusi terbesar kedua, yakni senilai US$ 255,26 juta. Asia Selatan turut menyokong pendapatan BYAN senilai US$ 179,78 juta. Sementara kawasan Eropa, Amerika Serikat dan Amerika Selatan menyumbang US$ 122,49 juta dari total pendapatan BYAN di 2013. Sisa pendapatan BYAN sebanyak US$ 30,29 juta berasal dari segmen domestik. Untungnya, beban pokok pendapatan BYAN pun ikut turun 21,59% year-on-year (yoy) menjadi US$ 984,05 juta di 2013.

Terapkan tiga strategi

Tahun lalu, BYAN memang lebih menitikberatkan pada efisiensi biaya. Maklum, harga batubara sedang turun sehingga BYAN ingin mempertahankan margin laba. Ada tiga strategi efisiensi yang dilakukan BYAN. Pertama, BYAN ingin menurunkan nisbah kupas (stripping ratio) menjadi 11,3 kali-11,9 kali. Di 2012, nisbah kupas BYAN masih di 14,7 kali. Penurunan nisbah kupas dapat mengerem rata-rata biaya tunai per ton. BYAN berharap rata-rata biaya tunai menjadi US$ 74-US$ 77 per ton dari US$ 78,1 per ton di 2012. Kedua, BYAN berusaha renegosiasi tarif penambangan batubara dengan pihak kontraktor. Strategi ketiga adalah dengan mengurangi tenaga kerja di pertambangan. Namun, penurunan beban pokok tidak mampu memperbaiki rugi bersih BYAN. Di tahun lalu, rugi bersih BYAN bahkan naik 260% menjadi US$ 36,31 juta, dari posisi 2012 yang US$ 10,08 juta. "Harga jual turun hingga di bawah US$ 70 per ton," jelas Jenny. Pada Selasa (1/4), harga BYAN ditutup turun 1,18% ke level Rp 8.350 per saham.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie