KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyepakati dividen badan usaha milik negara (BUMN) pada 2020 mencapai Rp 49 triliun. Angka tersebut naik Rp 1 triliun dari target di Rancangan Anggaran Pendapatan Negara (RAPBN) 2020 sebesar Rp 48 triliun. Untuk mencapai target tersebut, ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Muhammad Faisal mengatakan pemerintah perlu mengelaborasi lebih dalam porsi deviden di tiap BUMN.
Baca Juga: Dividen BUMN pada tahun 2020 ditargetkan menembus Rp 49 triliun Menurut Faisal tingkat keuangan BUMN berbeda-beda. Sehingga kenaikan dividen akan memengaruhi BUMN yang memilki profit rendah. “BUMN ada yang sakit, sedang, dan sehat secara keuangan. Peningkatan dividen ini jangan sampai menggerogoti yang kurang sehat,” kata Faisal kepada Kontan.co.id, Rabu (4/9). Dia menambahkan, kemungkinan besar yang menanggung dividen lebih banyak adah BUMN dengan kinerja baik. “BUMN yang kurang sehat yang punya rasio utang tinggi tentu saja berat,” kata dia Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih mengatakan dengan kondisi ekonomi domestik saat ini pemerintah cenderung mencari kantung penerimaan baru. Apalagi kebijakan fiskal melalui insentif pajak tengah dicanangkan oleh pemerintah. “Pemerintah mencari sumber pendapatan yang baru karena penerimaan pajak yang dilihat pe akhir Agustus belum sampai target,” ujar Lana kepada Kontan.co.id, Rabu (4/9).
Baca Juga: Meski jumlah perusahaan menciut, setoran dividen BUMN tetap menggemuk Di sisi lain, pemerintah tengah menggodok rancangan Undang-Undang (RUU) perpajakan. Salah satunya menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dari 25% menjadi 20% yang mulai diterapkan tahun 2021. Menurut Lana, peningkatan setoran dividen BUMN merupakan ancang-ancang dampak negatif dari kebijakan fiskal tersebut.
Asal tahu saja, dalam nota keuangan RAPBN 2020 pemerintah menetapkan sembilan kontributor utama penerimaan negara bukan pajak (PNBP) bagian pemerintah atas laba BUMN pada 2019. Yakni, dividen dari PT Bank BRI Tbk, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT Pertamina, PT Bank Mandiri Tbk, PT Perusahaan Listrik Negara, PT Bank BNI Tbk, PT Pegadaian, PT Indonesia Asahan Alumunium, PT Pupuk Indonesia. Lana mengingatkan dampak negatif dari peningkatan diviten BUMN yakni dapat menghambat laju ekspansi perusahaan karena pendanaannya semakin tipis. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat