KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) menargetkan volume ekspor oleokimia meningkat 11,9% atau sebesar 4,7 juta ton di tahun 2022. Adapun pada tahun 2021, industri oleokimia mencatat ekspor sebesar 4,2 juta ton. Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) Rapolo Hutabarat mengatakan, tren ekspor industri oleokimia cenderung meningkat. Tercatat, pada 2019 volume ekspor sebesar 3,2 juta ton senilai US$ 2,04 miliar. Lalu, pada 2020 volume ekspor tercatat 3,77 juta ton senilai US$ 2,64 miliar. Kemudian pada 2021 volume ekspor tercatat 4,2 juta ton senilai US$ 4,42 miliar.
“Tahun 2022, ekspektasi kami volume ekspor akan mencapai 4,4 juta ton sampai 4,7 juta ton dengan nilai sekitar US$ 4,7 miliar dolar. Mudah-mudahan bisa tercapai,” ucap Rapolo, Senin (18/4).
Baca Juga: Serapan Gas Khusus Industri di Tahun 2021 Hanya 81,08% dari Alokasi Rapolo mengatakan, negara tujuan ekspor masih didominasi Tiongkok. Lalu diikuti Uni Eropa, India, Timur Tengah dan Afrika. Meski begitu, Rapolo menyebut terdapat dua kendala yang dihadapi industri oleokimia saat ini.
Pertama, harga gas industri yang tidak sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 121 tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Dalam beleid tersebut disebutkan bahwa sebagian industri yang salah satunya industri oleokimia mendapatkan harga gas khusus yakni US$ 6 per MMBTU. Rapolo menyebut, kepatuhan pemasok gas dalam menjalankan Perpres 121/2021 hanya mencapai rata-rata 80%. “Yang 20% lagi itu dikenakan tarif komersial, artinya di atas harga (yang telah ditetapkan dalam) Perpres (121/2021),” ujar Rapolo. Rapolo mengatakan, saat ini pihaknya tengah memetakan dan rencananya akan menyampaikan hal tersebut secara resmi ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada minggu depan.
Kedua, adanya tuduhan dumping dari Uni Eropa dan India terkait subsidi yang diberikan pemerintah. Menurut Rapolo, saat ini industri oleokimia tengah dalam proses penyelidikan oleh World Trade Organization (WTO) untuk menjawab tuduhan tersebut hingga 2024. Oleh karena itu, saat ini Apolin tengah berkoordinasi dengan pemerintah yakni Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Keuangan. Jika nantinya Indonesia dipersalahkan dan dikenakan biaya atas tuduhan tersebut, maka ada potensi kehilangan pasar sekitar Rp 14 triliun.
Adapun, ekspor oleokimia ke Uni Eropa sekitar 590.000 ton senilai US$ 710 juta pada 2021. Sedangkan ekspor oleokimia ke India sekitar 270.000 ton senilai US$ 310 juta. “Kami harus meminta uluran tangan pemerintah untuk memberikan bantuan. Ini sangat mengganggu kami dari sisi bisnis,” ucap Rapolo.
Baca Juga: Pabrik Oleokimia Ini Setop Produksi Pasca Kemendag Tetapkan Kebijakan DMO Sawit Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat