Tarif Bea Keluar CPO bikin kantong petani bocor



JAKARTA. Tarif bea keluar (BK) minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) semakin tinggi seiring dengan kenaikan harga rata-rata CPO di pasar dunia. Jika pada April lalu tarifnya sebesar 18,5%, untuk ekspor bulan Mei ini, tarif tersebut naik 1% menjadi 19,5%, angka yang dipandang terlalu tinggi oleh pengusaha dan petani sawit.

Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gabungan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengatakan, penerapan BK yang terlalu tinggi membuat petani dan pengusaha tidak memperoleh keuntungan yang sebanding dengan kenaikan harganya. "Besarnya tarif sekarang sudah terlalu tinggi bagi kalangan pengusaha," katanya, Senin (30/4).

Fadhil mengatakan, pihaknya sudah lama mengusulkan kepada pemerintah menetapkan tarif BK yang rendah atau memberlakukan tarif BK tetap. Dia memperkirakan, tarif tersebut akan semakin tinggi karena dalam beberapa hari ke depan harga CPO internasional akan kembali menguat.


Terus menguat

Seperti diketahui, pemerintah telah menetapkan tarif bea keluar CPO untuk pengiriman Mei 2012 sebesar 1%. Kenaikan tarif didasarkan harga rata-rata referensi CPO pada April 2012 yang mencapai US$ 1.191,93 per ton, naik 3,82% dibandingkan rata-rata bulan sebelumnya yang mencapai US$ 1.147,99 per ton. "Harga CPO selalu berfluktuasi setiap hari, namun selama April ada kecenderungan naik," kata Fadhil.

Selain CPO, mulai 1 Mei 2012 ini, pemerintah juga menetapkan harga patokan ekspor (HPE) produk turunan minyak kelapa sawit lain. Produk crude palm kernel (CPK) oil ditetapkan sebesar US$ 1.372 per ton, bungkil kelapa sawit US$ 150 per ton, buah dan kernel US$ 464 per ton, crude palm olein US$ 1.141 per ton, crude palm strearin US$ 1.088 per ton, CPK olien US$ 1.372 per ton, CPK strearin US$ 1.372 per ton, serta palm fatty acid distillate US$ 941 per ton.

Fadhil memperkirakan, harga CPO akan terus menguat. Sebab, jumlah produksi sawit baik di Indonesia maupun Malaysia masih relatif lebih rendah rendah dibanding kebutuhan. Pekan lalu, harga CPO di pasar internasional mencapai sekitar US$ 1.160 ton, sedangkan di pasar dalam negeri Rp 10.560 per kg.

Asmar Arsyad, Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mengatakan, kenaikan tarif BK seharusnya bisa lebih dinikmati petani sawit. Untuk itu, pihaknya saat ini tengah menyiapkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pembagian hasil pungutan CPO untuk petani penghasil.

Dia mengatakan, kenaikan tarif bea keluar CPO akan memangkas hasil yang didapat petani. "Setiap kali bea keluar naik 1%, maka harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani dipangkas sekitar Rp 200 hingga Rp 250 per kg," katanya.

Tarif BK yang tinggi membuat petani sawit tidak bisa menikmati kenaikan harga produk sawit internasional. Asmar memisalkan, harga TBS di Sumatera Utara pekan ini hanya Rp 1.700 per kg, sedangkan di Jambi harga CPO Rp 1.800 per kg. Harga itu tidak berbeda jauh dibandingkan dua bulan lalu ketika harga CPO belum naik.

Kelik Irwantono, Sekretaris Perusahaan PT BW Plantation Tbk mengatakan, kenaikan bea keluar tidak berpengaruh langsung ke penjualan produknya. Sebab, perusahaan ini masih menyasar pasar lokal. Hanya saja, makin tingginya tarif akan mendorong perusahaan lain mengalihkan pasar dari ekspor ke lokal.

Di khawatir, besarnya pasokan di dalam negeri akan membuat persaingan makin ketat sehingga harga turun. Per 27 April lalu, harga CPO di dalam negeri masih cukup bagus Rp 9.295 per kg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri