KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Cita-cita Bank Indonesia (BI) merapikan dan menekan biaya transaksi sistem pembayaran semakin terang. Bank Sentral bakal menjalankan BI Fast Payment secara penuh pada minggu kedua Desember 2021. Sistem yang menggantikan dan modernisasi dari sistem kliring nasional BI (SKNBI) ini ditetapkan tarif Rp 19 per transaksi kepada peserta. Sedangkan tarif dari peserta ke nasabah maksimum Rp 2.500 per transaksi. Nilai ini lebih mudah dibandingkan tarif SKNBI yang dipatok maksimum Rp 2.900 per transaksi. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengakui hal ini akan memangkas pendapatan berbasis komisi bagi perbankan.
“Memang pendapatan itu datang berapa banyak volume transaksi dikalikan harganya. Iya pendapatan bagi penyedia akan turun. Namun masyarakat lebih untung karena lebih murah. Penyelenggaranya, kalau diam saja tidak menaikan volume transaksi, maka pendapatannya jelas turun,” ujar Perry secara virtual pada Jumat (22/10).
Baca Juga: Meluncur pekan kedua Desember 2021, tarif BI Fast maksimal Rp 2.500 per transaksi Oleh sebab itu, bank sentral mengajak para pelaku sistem pembayaran untuk memperluas layanannya ke segmen yang belum tergarap. Perry mendorong agar volume harus naik, sebab digital akan terus meningkatkan efisiensi dan meningkatkan volume transaksi. Ia mengaku sebenarnya pelaku industri sistem pembayaran baik dari bank maupun non bank menyambut harga yang murah ini. Lantaran dengan biaya lebih murah maka pelaku akan mudah meningkatkan jumlah volume transaksi. BI menetapkan lima kebijakan mengenai BI Fast ini. Pertama, Kepesertaan BI-FAST terbuka bagi bank, Lembaga Selain Bank (LSB), dan pihak lain, sepanjang memenuhi kriteria umum dan khusus yang telah ditetapkan. Kedua, penetapan 22 calon Peserta Batch 1 pada Desember 2021 dan 22 calon Peserta Batch 2 pada Januari 2022.
Ketiga, penyediaan infrastruktur BI-FAST oleh Peserta dapat dilakukan secara independen, subindependen (afiliasi), atau sharing antar-Peserta/Pihak.
Keempat, penetapan batas maksimal nominal transaksi BI-FAST pada implementasi awal ditetapkan sebesar Rp 250 juta per transaksi dan akan dievaluasi secara berkala.
Kelima, penetapan skema harga BI-FAST dari BI ke Peserta ditetapkan Rp19 per transaksi dan dari peserta ke nasabah ditetapkan maksimal Rp 2.500 per transaksi, yang akan direview secara berkala. "Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dan implementasi BI-FAST dengan pelaku industri, dalam rangka mengintegrasikan EKD nasional dan mewujudkan terciptanya layanan sistem pembayaran yang Cemumuah, untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi dan mendorong pertumbuhan, serta inklusi ekonomi dan keuangan," kata Perry. Lanjtu ia, arus digitalisasi ekonomi dan keuangan terjadi di hampir seluruh aspek kehidupan. Pola konsumsi bergeser menggunakan platform digital dan menuntut metode pembayaran yang serba mobile, cepat, mudah, murah, dan pada saat yang sama tetap aman. Meluasnya pandemi COVID-19 menciptakan tantangan baru namun juga membuka sejumlah peluang. Digitalisasi menjadi kunci untuk akselerasi pemulihan ekonomi nasional sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Untuk menjawab tantangan digitalisasi di seluruh aspek kehidupan masyarakat, Bank Indonesia menerbitkan BSPI 2025.
Dalam BSPI 2025, inovasi digital sistem pembayaran ritel diarahkan untuk mewujudkan layanan sistem pembayaran yang Cemumuah,. BI-FAST akan menjadi backbone infrastruktur sistem pembayaran ritel masa depan, yang mengakselerasi pembayaran menggunakan berbagai instrumen dan kanal secara real time, aman, mudah, dan beroperasi 24/7. Pada tahap awal di Desember 2021, implementasi BI-FAST fokus pada layanan transfer kredit individual[1]. Selanjutnya, layanan BI-FAST akan diperluas secara bertahap mencakup layanan bulk credit, direct debit, dan request for payment. Pada tahap pertama minggu kedua Desember 2021 BTN, DBS Indonesia, Bank Permata, Bank Mandiri, Bank Danamon, CIMB Niaga, BCA, HSBC, UOB, Bank Mega, BNI, BSI, BRI, OCBC NISP, UUS BTN, UUS Permata, UUS CIMB Niaga, UUS Danamon, BCA Syariah, Bank Sinarmas, Citibank, dan Bank Woori. Adapun peserta pada tahap kedua yang berjalan pada Minggu keempat Januari 2022 yakni KSEI, Bank Sahabat Sampoerna, Bank Harda Internasional, Bank Maspion, KEB Hana, BRI Agroniaga, Ina Perdana, Bank Mantap, Bank Nobu, UUS Jatim, Jatim, Multi Artha Sentosa, Bank Mestika Dharma, Bank Ganesha, UUS OCBC NISP, bank Digital BCA, UUS Sinarmas, Bank Jateng, UUS Jateng, Standard Chartered, BPD Bali, dan Bank Papua.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat