JAKARTA. Para pengusaha logistik di Sulawesi Selatan sedang cemas. Pasalnya, sudah ada
woro-woro dari calon perusahaan agen inspeksi yang bakal beroperasi di Bandara Sultan Hasanuddin, Sulawesi Selatan. Isinya adalah bahwa tarif agen inspeksi atau
regulated agent (RA) sebesar Rp 850 per kg. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Gabungan Pengusaha Ekspedisi Muatan Pesawat Udara (Gapeksu) Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Sulawesi Selatan, Rudolf A Reich, mengatakan, para anggota Gapeksu sudah mendapat surat pemberitahuan tersebut. "Surat pemberitahuan ini dari tiga perusahaan agen inspeksi yang sedang mengurus izin ke Kementerian Perhubungan (Kemhub)," katanya kepada KONTAN, kemarin. Ia jelas keberatan dengan penerapan tarif agen inspeksi di Bandara Hasanuddin itu yang dia nilai terlalu tinggi. Pasalnya, pengusaha ekspedisi di Sulawesi Selatan sudah terbebani dengan beberapa komponen biaya yang harus mereka tanggung.
Saat ini, menurut Rudolf, mereka sudah terbebani tarif terminal atau bandara sebesar Rp 400 per kg. Jika tarif RA terealisasi, pengusaha logistik ini bakal kena tambahan biaya inspeksi lagi Rp 850 per kg. Itupun belum termasuk pajak pertambahan nilai. Menurut Ketua DPD Gapeksu Sulawesi Selatan, Mursalim, Angkasa Pura (AP) I selaku pengelola bandara Sultan Hasanuddin mewajibkan pengusaha ekspedisi membayar empat komponen biaya. Komponen tersebut adalah sewa ruang per bulan sebesar Rp 100.000 per m2; jasa gudang sebesar Rp 400 per kg; biaya konsesi Rp 25 per kg untuk barang keluar; dan biaya Rp 15 per kg bagi setiap barang masuk. Beragam biaya tersebut belum termasuk pungutan biaya fasilitas yang melingkupi pemakaian air, listrik, dan telepon. Tambahan biaya ini sudah pasti bakal membebani konsumen di Indonesia bagian Timur. Padahal pemerintah sedang gencar pembangunan di wilayah Timur Indonesia lewat Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang ingin mendorong pengembangan infrastruktur di Indonesia Bagian Timur. "Ini jelas bertentangan dengan kebijakan pemerintah yang bakal meningkatkan pembangunan di Indonesia Kawasan Timur," paparnya. Usul evaluasi tarif Menurut Rudolf, berdasarkan data Dinas Perhubungan Sulawesi Selatan, volume kargo di Bandara Hasanuddin mencapai 60 juta ton tahun 2011. Kebanyakan berupa pengiriman barang ikan bandeng, pakaian dan suku cadang mesin berat ke Indonesia Timur terutama Papua. Moda transportasi udara, tambah Rudolf, merupakan masih menjadi andalan utama dalam pengiriman barang di Indonesia Timur. Lantaran transportasi yang lain masih belum memadai. Ambil contoh pengiriman barang ke Papua yang hanya membutuhkan waktu beberapa jam saja. Sedangkan dengan moda transportasi kapal laut bisa memakan waktu antara lima sampai tujuh hari. "Inilah yang menyebabkan banyak pemain memakai angkutan udara," katanya. Tak heran, menurut catatan Rudolf, jumlah agen yang menjadi perwakilan perusahaan logistik di Bandara Hasanuddin berjumlah 94 agen. Bila termasuk agen perorangan bisa mencapai 120 agen.
Mursalim justru mempertanyakan biaya yang ada di bandara. Padahal dalam Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara SKEP/255/IV /2011 tentang Pemeriksaan Keamanan Kargo dan Pos yang Diangkut dengan Pesawat Udara, pengusaha ekspedisi bersinergi dengan maskapai penerbangan, bukan dengan pengelola bandara. "Kehadiran AP I hanya menambah beban pengusaha ekspedisi yang dilimpahkan ke konsumen," tegasnya. Ia pun mengusulkan supaya ada evaluasi tarif dari Angkasa Pura I. Apalagi perusahaan plat merah ini membawahi 13 bandara lain yang ada di Indonesia Timur. Menurut Arman Yahya, Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), tarif agen inspeksi di Bandara Soekarno-Hatta maksimal Rp 450 per kg. "Bisa saja di wilayah Timur seperti Makassar lebih mahal. Tapi harus dipastikan. RA baru berlaku di Cengkareng," katanya n Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: